Mohon tunggu...
Renaldo Yosia
Renaldo Yosia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia, Angkatan 2018

Halo, Saya Renaldo. Mari saling terhubung 👉 instagram.com/renaldo_yr

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berpendapat, Kebebasan yang Bertanggung Jawab

7 Juni 2021   16:16 Diperbarui: 30 Juli 2024   14:21 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://freepressfreespeech.com

Kondisi saat ini, dimana hate speech semakin marak dilakukan, ternyata mendorong Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Badrodin Haiti pada akhirnya menerbitkan Surat Edaran Kepolisian Republik Indonesia (SE Kapolri), Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau Hate Speech pada 8 Oktober 2015 lalu. Namun SE Kapolri ini mendapat protes dan penolakan dari sebagian masyarakat karena dipandang sebagai upaya pengebirian kebebasan berpendapat.

Sebenarnya SE Kapolri tersebut dimaksudkan sebagai pedoman atau instruksi di kalangan internal kepolisian. Tujuan utamanya antara lain untuk mencegah konflik sosial di antara masyarakat terutama yang menyentuh persoalan SARA. Selain itu juga soal warna kulit, etnis, gender, kaum difabel (cacat) dan orientasi seksual yang secara potensial dapat memunculkan hate speech yang menyulut konflik dan kekerasan. Terutama yang bersifat komunal atau antarkomunitas (masyarakat) dimana titik tekan sebenarnya adalah "penghasutan" dan "provokasi".

Yang tergolong hate speech dalam SE Kapolri adalah : 

  • Penghinaan, 
  • Pencemaran nama baik, 
  • Penistaan, 
  • Perbuatan tidak menyenangkan, 
  • Provokasi, 
  • Penghasutan dan,
  • Penyebaran berita bohong, baik yang terjadi dalam dunia maya maupun nyata. 

Lebih lanjut ada 3 (tiga) komponen utama yang harus dipenuhi oleh ekspresi dari sebuah ujaran kebencian yang dapat dikategorikan sebagai hate speech. Pertama, intend (mens rea), kedua menghasut, ketiga mendorong diskriminasi, kekerasan, dan permusuhan atas dasar SARA, orientasi seksual, dan difabel. 

Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, kita perlu mencermati makna sebenarnya di balik kata "kebebasan berpendapat". Kebebasan berpendapat pada hakikatnya ditujukan sebagai sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya terhadap suatu kejadian atau keputusan. 

Mari bersama-sama meningkatkan rasa nasionalisme dan jangan mengatasnamakan "Kebebasan berpendapat" sebagai cara untuk menyebarkan hoax dan ujaran kebencian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun