Mohon tunggu...
Renaldi Wicaksono
Renaldi Wicaksono Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan

I'm using Kompasiana to build digital relationship with people who loves Travelling, Short Story, Movies, Start Up, Social Project, and Psychology

Selanjutnya

Tutup

Money

Kita Harus Memilih Titik, Bukan Garis

16 Mei 2015   05:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Steve Jobs at Stanford UNiversity

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Steve Jobs at Stanford UNiversity"][/caption] Di hadapan lulusan Stanford pada tahun 2005, CEO Apple, Steve Job membahas "Connecting Dots" atau "menghubungkan titik". Jobs menceritakan pengalamannya saat masih berkuliah di Reed College di Prtland, Oregon. Beberapa bulan setalh kuliah, Jobs terus memperhatikan ratusan poster yang mempromosikan seminar, recital, dan drama. Jobs terus penasaran. Ia sangat kagum akan keindahan dari poster-poster itu.  Setelah mencari tahu, ternyata salah satu kaligrafer terbaik di dunia, Lloyd Reynold, mengajar di Reed. Keterpikatannya akan kaligrafi membuat Jobs penasaran dan mengikuti kelas Lloyd Reynold. Dua puluh tahun pun berlalu. Sekarang kita dapat melihat pengaruh dari Lloyd Reynold pada komputer. Unsur tipografi yang indah, jenis huruf, spasi huruf, spasi garis, dan garis ada pertama kali pada program milik Apple. Keputusan Jobs mengikuti kelas kaligrafi menuntunnya melakukan perubahan grafis besar pada dunia teknologi. Awalnya Jobs hanya penasaran dengan kelas kaligrafi itu dan tidak tahu menahu apakah keputusannya mengikuti kelas kaligrafi ada hubungannya dengan komputer. Jobs hanya mengikuti rasa keingintahuannya saja. Dari kisah Jobs itu saya mengambil pelajaran besar. Bahwa hidup itu harus mengikuti kata naluri. Ingin jadi apa kita sekarang atau di masa depan. Segala macam keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi karya kita. Seringkali perjalanan hidup tidak selalu mulus. Seringkali otak kita seolah-olah memerintahkan pada kita untuk memilih jalan yang linear. Sebagai contoh seorang lulusan Akutansi, bekerja sebagai akuntan bertahun-tahun. Ia memimpikan diri untuk menjadi seorang CEO, tetapi keinginannya itu tanpa disertai usaha untuk memperkaya pengetahuannya dengan ilmu-ilmu lain. Karena seorang CEO hebat harus bisa memiliki pengetahuan segala divisi di perusahaannya. Ia harus paham marketing, paham human capital, paham customer service, dan sebagainya. Ketika Anda mengikuti titik-titik pengetahuan yang Anda minati, kelak titik-titik itu akan menghubungkan Anda pada suatu garis yang akan membawa Anda pada sesuatu yang hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun