Mohon tunggu...
Rena Anarkarani
Rena Anarkarani Mohon Tunggu... -

Kolektor buku filsafat dan sastra. Hobi bermain bass dan memelihara kucing *__^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Sarkasme #3 - Jamban

7 Juli 2011   15:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:51 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jam[B]an Kotemporer

dalam atau luar negeri, di rumah pribadi, terminal, istana negara, pabrik, hotel, kampus, perkantoran, sekolah, juga di warung remang-remang atau kontrakan, aku si kamar mandi beserta kawan-kawanku, para wc umum dan toilet khusus, sama sekali belum pernah menolak tumpahan kotoran kalian macam mana pun. saban hari kalian jongkok memantati kami. tua. muda. entah pagi siang sore malam, kalian mengguyur kami dengan rupa-rupa najis. mulai dari gundukan tai, mencret, kencing sengak, bangkai-bangkai janin dari perut mahasiswi, buntalan soptek pelacur, kondom robek pejabat atau pembela h.a.m, carian onani a.b.g, bulu jembut presiden, muntah, ludah, nanah, darah, puntung ganja dari aktivis lingkungan, sampai patahan jarum insulin mahasiswa, semuanya kami terima, dan kami tak merasa terhina, karena kami tidak pernah sedikitpun menyampah, apalagi berak macam kalian. berabad-abad, kami telah menjadi saksi bisu atas segala rahasia busuk kalian. mustahil kalian temukan celah buat berbohong di hadapan kami. kami tahu, selama ini kalian tidak pernah mendatangi kami tanpa kepentingan. sungguh, tai kalian keterlaluan semakin banyak. tak terhitung lagi, sudah berapa juta generasi kalian bolak-balik cuci tangan usai jari-jari kalian menyentuh berbagai macam hal kotor. tapi ya sudah. datang. datanglah semau kalian. sekonyong-konyong. seanjing-anjing. sesuka kalian. kami tidak berharap apa-apa dari kalian. tak usah ragu. tak perlu malu. seharam jadah apa pun kalian, kedatangan kalian selalu kami sambut. tentu saja, kami menyambut dengan sangat dingin, beku tanpa gerak sama sekali. ya! jamban macam kami memang benda mati, tapi bukan kami tak berarti. jangan kira kami seborok lidah penyair atau sebobrok mulut pendusta macam infotainment. kalian sendiri tahu bukan, kami tidak pernah meludah, tidak pernah berak. dan mana mungkin juga kami sanggup bersilat lidah macam politikus atau cengengesan macam pendeta dan da’i di televisi. namun ketahuilah, walau bisu dan tampak dungu, tugas kami sakral. takdir kami ialah menjadi tanda pengukur seberapa dangkal keimanan kalian di zaman sekarang ini. sesungguhnya, kalian tak jauh beda dengan gumpalan tai atau kotoran kalian sendiri, arah jalan pulang kalian sama: tanah! tanah! tanah! maka berhentilah sok suci di hadapan kami dan bumi.

2007

Termuat dalam kumpulan sajak, “Penyair telah Mati! (2008)”, karya Muhammad al-Kahfi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun