Mohon tunggu...
Ren Ai
Ren Ai Mohon Tunggu... Mahasiswa - penuntut ilmu

mencoba lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anakku yang Malang

15 Desember 2023   13:21 Diperbarui: 15 Desember 2023   13:27 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa, aku selalu tergesa-gesa berangkat ke sekolah. Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi adalah suatu hal yang lumrah. Tidak jarang aku hampir jatuh atau bertabrakan dengan pengendara jalan lain. Itu kulakukan agar tidak terlambat datang ke sekolah. Di zaman yang canggih sekarang, mesin absen telah canggih. Tanda kehadiran tidak butuh tulisan atau pun tanda tangan melainkan sidik jari. Tidak ada yang bisa berbohong, karena sidik jari tidak bisa diwakilkan.

Pagi ini, aku hampir terlambat dua menit. Terlambat satu menit saja, gajiku akan dipotong.

Hari ini aku tidak mengajar penuh. Setelah istirahat, aku meminta izin kepada kepala sekolah agar pulang lebih cepat, karena anakku sedang sakit.

Hana, anakku satu-satunya. Berusia delapan tahun. Sudah lima hari dia demam dan panas badannya turun naik. Telah kubawa ke klinik dan hanya diberi obat penurun panas.

Sudah tiga bulan aku berpisah dengan Hanafi, ayahnya Hana. Sebelumnya kami telah sering berselisish. Dan puncaknya tiga bulan yang lalu. Hanafi selalu menyuruhku untuk berhenti bekerja dan fokus menjaga Hana. Biar dia saja yang mencari nafkah. Aku tahu kalau pendapatannya tidak bisa mencukupi kebutuhan kami. Aku bersikeras untuk tetap mengajar apapun yang terjadi. Hanafi yang ketika itu sedang lelah dan tidak dalam mood yang baik langsung marah tak terkendali dan meninggalkanku dengan Hana. Hana yang kecil melihat kejadian itu dan menangis sejadi-jadinya. Membuat aku pun ikut menangis dan memeluknya. Dinginnya malam menyelimuti kesedihanku bersama anakku yang malang.

Hana si kecil sering melihat perselisihanku dengan ayahnya. Biasanya dia menagis di sudut kamar atau pun belakang pintu.

***

Aku pun sampai di rumah dan langsung mengecek keadaan Hana. Panas badannya naik dan langsung kubawa ke rumah sakit.

Hasil dari dokter membuatku terkejut. Hana terserang penyakit demam berdarah dan diharuskan untuk menginap di rumah sakait. Besoknya aku meminta izin untuk tidak mengajar. Seharian bersama Hana, kuperhatikan wajah manisnya semakin tirus. Susah sekali memintanya untuk mau makan.

Aku memutuskan untuk memberitahu Hanafi bahwa Hana sakit dan dirawat di rumah sakit. Besoknya sebelum aku berangkat mengajar, Hanafi datang bersama ibunya. Neneknya Hana membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya. Kulihat Hana makan dengan sangat lahap menyantap bekal dari neneknya tersebut. Wajah Hana kembali berseri. Kemudian kupamit dan berangkat ke sekolah dengan perasaan tenang.

Sorenya, aku kembali ke rumah sakit dengan membawa beberapa pakaian ganti Hana serta jus jambu biji untuk menaikkan trombosit Hana.

Sampainya di kamar Hana, kumelihat Hana tidur dengan ayahnya. Ternyata nenek Hana telah pulang duluan. Terlihat betapa Hana tidak ingin berpisah dengan ayahnya.

Tapi mau gimana lagi, aku tidak ingin berhenti dari pekerjaanku. Malam kedua di rumah sakit, kami bertiga di kamar Hana. Aku, Hana, dan ayahnya Hana. Aku bertanya kepada Hana "Besok Hana mau ditemani ayah atau ibu? Kalau misalnya ayah, maka ibu besok akan ngajar" Hana si kecil terdiam. Tampak dari matanya bahwa dia sedang menahan tangis. Benar saja, tidak sampai setengah menit dia menagis dengan sejadinya. Aku pun heran. Hana berkata sambil menangis dengan suara yang tidak jelas tapi aku paham. "Hana ingin ditemani ayah dan ibu di sini. Hana mau dua-duanya" katanya. Kata-kata Hana membuat hatiku teriris, betapa menderitanya anakku. Ternyata kasih sayang dariku tidak cukup baginya.

Kulihat Hanafi langsung keluar meninggalkan kami berdua. Mungkin dia juga merasakan apa yang kurasa. Hana pun kupeluk untuk menenangkannya.

Aku menuruti keinginan Hana. Kami berdua menemani Hana di rumah sakit. Hana senang sekali. Dia telah banyak tersenyum dan mau makan makanan rumah sakit. Trombosit Hana juga semakin baik.

Di suatu sore, aku sedang menonton televisi dan Hana tidur di sampingku. Hanafi sedang keluar membeli jus jambu biji buat Hana.

Lima menit kemudian, Hanafi datang membawa jus jambu biji. "Hana tidur sejak tadi, Fin?" tanyanya. "Iya" jawabku singkat. "Bisa kita ngomong di luar sebentar?" tanyanya. "Kenapa harus di luar?" tanyaku. "Hana lagi tidur, entar kebangun" jawab Hanafi. Aku melirik Hana, dia tertidur sangat nyenyak.

Hanafi berjalan keluar dan aku mengikutinya dari belakang. Ternyata Hanafi membawaku ke taman samping rumah sakit. Kami duduk di sana sambil menikmati pemandangan taman.

Diam sejenak, Hanafi memulai obrolan. "Fina, aku minta maaf karena selama ini aku selalu memaksa kamu berhenti mengajar. Aku minta maaf karena belum bisa membahagiakan kalian berdua. Sampai akhirnya keadaan kita seperti ini. Hana menderita karena kesalahanku. Hana tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya. Kasihan Hana kita. Aku mau memberitahumu  kalau aku telah mendapatkan pekerjaan tetap yang gajinya kurasa cukup untuk kita bertiga. Aku tidak ingin Hana menjadi anak yang menderita. Aku juga tidak ingin kehilangan kamu, Fina. Maukah kami rujuk kepali kepadaku dan kita perbaiki kesalahan yang telah kita lakukan kepada Hana. Aku juga tidak akan memaksamu untuk berhenti dari pekerjaanmu".

Aku melihat sebuat keseriusan di mata Hanafi. Aku juga kasihan kepada Hana. "Iya, aku mau rujuk kepadamu. Aku juga ingin meminta maaf atas sikap kerasku kepadamu. Dan besok, aku akan mengajukan surat pengunduran diri ke sekolah. Aku ingin fokus mengurusi Hana. Menjadi ibu dan istri yang baik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun