Mohon tunggu...
Ren Ai
Ren Ai Mohon Tunggu... Mahasiswa - penuntut ilmu

mencoba lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepanjang Rel Kereta

4 Oktober 2023   08:35 Diperbarui: 9 September 2024   11:11 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pokoknya jangan lupa jemput Syasya minggu depan ya ,Bang" ucap Syasya.

"Iya, Insya Allah, Sya" balas abangnya. Kemudian Syasya menutup teleponnya dan mengumpulkan handphone kepada pembina asrama.

Syasya sekarang menempuh pendidikan perguruan tinggi di salah satu institut bahasa Arab di kota Sukabumi. Disana mewajibkan para mahasiswa tinggal di asrama dan tidak boleh menggunakan handphone kecuali di jadwal telepon satu kali sebulan. Peraturan tersebut dibuat agar para mahasiswa lebih fokus dalam menuntut ilmu dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang lebih bermanfaat. Kelas antara mahasiswa dan mahasiswipun dipisah membuat mereka tidak mengenal satu sama lain.

Baca juga: Hijrahku

Satu minggu lagi liburan akhir semester akan datang. Setiap mahasiswa mendapat jatah libur selama dua bulan. Ada yang pulang ke kampungnya, ada yang ingin mengikuti dauroh tahfidz, ada yang ingin mengajar, ada yang ingin bertasmasya atau mengunjungi tempat-tempat wisata, dan lain sebagainya.

Syasya lebih memilih pulang ke rumahnya di Bogor dan menghabiskan waktunya bersama keluarga, mengingat sebentar lagi kakak iparnya--Rara---akan melahirkan. Syasya sudah tidak sabar lagi menimang keponakan lucu.

Sehari sebelum hari kepulangan, Syasya dipanggil pembina asrama. Syasyapun masuk ke kamar pembina asrama.

"Assalamualaikum Ustadzah, apakah Ustadzah manggil saya?" tanya Syasya.

 "Waalaikumussalam, iya ,ini ada pesan dari keluargamu Sya". Pembina asrama memberikan handphonenya kepada Syasya.

Assalamualaikum Ustadzah, saya keluarga Arsya Thofla ingin meminta tolong beri tahu Arsya kalau kakak iparnya mau melahirkan sehingga saya tidak bisa menjemputnya. Tiket kereta sudah saya pesan. Mohon beri tahu Arsya. Syukron.

Arsya terkejut karena dia tidak pernah naik kereta sendiri. Walaupun telah berada di perguruan tinggi, dia selalu ditemani abangnya naik kereta. Tapi Syasya tidak bisa memaksakan pendapatnya  mengingat keadaan kakak iparnya. Syasya pun menerimanya.

Besok paginya, Syasya berangkat ke stasiun kereta jam enam pagi menggunakan angkot. Jam setengah tujuh, Syasya telah berada di stasiun kereta. Keadaan stasiun masih lengang, petugas baru beberapa yang datang, cuaca juga dingin karena hujan tadi malam. Syasya memakai jaket pink  dan duduk di ruang tunggu stasiun. Kereta yang akan dinaikinya akan berangkat jam delapan pagi.

Jam setengah delapan, Syasya telah berada di dalam kereta dan duduk sesuai nomor kursi yang tertera di tiket. Syasya sangat senang karena bisa duduk di dekat jendela supaya bisa melihat pemandangan selama perjalanan. Karena keberangkatan kereta setengah jam lagi, Syasya meletakkan tasnya di kursi kosong sebelahnya dan mulai membaca novel yang dibawanya.

"Ehem, apakah itu tas Anda?" Suara berat terdengar dari seorang pria di depan Syasya. Suara itu membuat Syasya terhenti dari bacaannya. Dia menoleh ke depan, terlihat seorang pria tinggi memakai celana panjang hitam, jaket hitam, dan topi hitam yang menutup kepalanya sehingga membuat wajahnya tidak terlihat secara keseluruhan.

"Eh iya, maaf" Arsya langsung memindahkan tasnya ke bawah di samping kakinya.

"Mari saya bantu meletakkan tas Anda di bagasi atas" Pria tersebut menjulurkan tangannya ke arah Syasya dengan sedikit tersenyum.

Syasya tidak memberikan tasnya dan memberikan pandangan agak takut.

"Jangan berpikiran lain, saya hanya ingin membantu. Kalau Anda tidak ingin, tidak apa-apa." Ucap pria tersebut. Syasya kemudian memberikan tasnya "Ini, terimakasih".

Kereta mulai berjalan, Syasya fokus melihat pemandangan di luar kereta. Sawah hijau yang luas terbentang, petani-petani memulai kerjanya demi keluarga tercinta.

Disampingnya, pria tersebut hanya diam sambil mendengarkan sesuatu dari earphonenya. Dilihat dari penampilannya, sepertinya pria itu seumuran dengannya, atau lebih tua setahun atau dua tahun.

Syasya tidak betah hanya diam saja di kereta. Dia pun menelpon sahabatnya dan mulai bercerita. Agar tidak dipahami siapapun, Syasya berbicara menggunakan bahasa Arab.

Syasya menelpon hampir satu jam lamanya. Dia menceritakan kenapa akhirnya dia harus pulang sendiri, bagaimana perjalanannya dari asrama ke stasiun, sampai dia duduk di samping pria misterius. Syasya mengaku cukup takut duduk di samping pria tersebut.

Setelah menelpon dengan temannya, dia mengamati pria tersebut. Terlihat dia menutup matanya. Entah sedang menikmati sesuatu dari earphone atau memang sedang tidur.

Syasya pun melanjutkan bacaan novelnya.

Prak!, terdengar seperti benda besi jatuh ke lantai. Syasya menoleh ke sumber suara. Handphone pria tersebut jatuh disebabkan senggolan anak kecil yang sedang berlari di kereta.

"Astaghfirullah" pria tersebut ikut terkejut. Kabel earphone yang tersambung tadi sampai terlepas. Suara muratal langsung keluar dari handphone pria tersebut. Syasya merasa bersalah karena telah berperisangka buruk kepadanya.

"Bocah bocah, gimana handphonenya?" Syasya memberanikan bertanya.

"Tidak apa-apa, cuman gores sedikit" jawab pria tersebut sambil membersihkan handphonenya.

Kenapa pria berpenampilan seperti ini, mendengarkan muratal Al-Qur'an selama di perjalanan kereta? Gumam Syasya di dalam hatinya.

Sebentar lagi kereta akan sampai di stasiun akhir. Penumpang kereta bersiap-siap dan memastikan agar tidak ada barang yang tertinggal.

Kring! Handphone pria tersebut berbunyi, "Assalamualaikum ya Akhi..."

Syasya terperanjak ketika mendengarkan percakapan pria misterius tersebut di telepon. Pria itu berbicara menggunakan bahasa Arab, bahkan lebih baik daripada Syasya. Syasya kemudian berusaha mengingat apa saja yang dia bicarakan sama temannya di telepon tadi. Syasya berharap pria misterius tersebut benar-benar tidur ketika Syasya menelpon dan tidak mendengar apa-apa.

"Ini tasnya" Pria tersebut memberikan tas Syasya yang tadi diletakkan di bagasi atas. Syasya terhenti dari lamunannya. "Eh iya terimakasih" Syasya mengambil tasnya.

Bel kereta berbunyi. Pegawai kereta memberitahukan bahwa kereta telah sampai di stasiun akhir. Semua penumpang keluar dari kereta. Keadaannya sangat ramai. Syasya telah melihat abangnya--Arsyad--dari jendela kereta.

Sebelum keluar dari pintu kereta, Syasya mendapati pria misterius tersebut di sampingnya.

"Fii Amanillah, Arsya. Assalamualaikum" ucap pria tersebut dengan senyum tipis sedikit ramah kemudian meninggalkan Syasya.

Syasya terkejut dan heran. Kenapa pria itu mengetahui nama Syasya. Apakah dia tadi mendengar obrolan Syasya dengan temannya. Semoga saja tidak. Syasya hanya bisa berharap.

"Syasya ayo pulang" abangnya memanggilnya, membuat Syasya terhenti dari lamunannya.

Seminggu di rumah, Syasya sangat sibuk karena telah memiliki keponakan. Keponakannya bernama Qiupta dan ia sangat lucu.

Suatu hari, Syasya mendapati kabar dari Watsapp grup kelas. Katanya ada kabar bahagia. Kampusnya mendapatkan juara 1 lomba debat bahasa Arab tingkat nasional. Salah satu dari mereka berasal dari kelas Syasya. Tentu saja Syasya tidak tau, karena kelas mahasiwi dan mahasiswa dipisah. Dosen mengajar di kelas mahasiswa dan mahasiswi mendengarkan pelajaran lewat aplikasi zoom.

Ketika melihat foto yang terunggah di grup, Syasya terkejut, sehingga membuat gelas yang dipegangnya hampir jatuh. Wajah pria tersebut ada di sana. Ternyata dia satu kelas dengan Syasya.

Dhuha Pratama. Syasya hanya tau namanya, tidak dengan orangnya. (Ren Ai)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun