[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/kompasiana(kompas.com)"][/caption]
Hari Sabtu besok tanggal 28 Maret 2015 mulai pukul 20.30 waktu setempat, 7.000 kota di 172 negara ikut berpartisipasi dalam EARTH HOUR, yakni gerakan yang dimotori oleh WWF untuk mematikan lampu selama satu jam sebagai kontribusi nyata dalam usaha untuk mengurangi efek rumah kaca alias pemanasan global.
Dikurangi berarti ada yang berlebih dan memang menurut data kadar karbondioksida di udara terus meningkat drastis dalam 200 tahun terakhir. Sebelum Revolusi Industri pada awal abad ke-19 kadar karbondioksida hanya sekitar 280 ppm (bagian per sejuta dari udara) namun pada tahun 2015 kadar karbondioksida di udara sudah mencapai lebih 400 ppm (klik di co2now.org).
Peningkatan kadar karbondioksida di udara ini terutama dipicu oleh meningkatnya pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan secara besar-besaran. Saat ini kita memproduksi karbondioksida dua kali lebih banyak dari yang dapat diubah oleh pohon dan tumbuhan menjadi oksigen.
Pemanasan global tentunya berefek pada perubahan iklim. Konsekuensinya bagi Indonesia adalah (a) Musim tidak normal lagi, musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetap dengan curah hujan yang lebih tinggi. (b) Kejadian cuaca yang lebih ekstrem berupa badai (c) Kenaikan muka air laut yang dapat mempercepat erosi wilayah pesisir dan menggelamkan pulau-pulau kecil (d) kenaikan suhu air laut yang dapat merusak terumbu karang dan mengurangi ketersediaan makanan ikan (plankton tak berkembang biak).
Iklim memang sudah selalu berubah-ubah sejak jutaan yang lalu namun lebih oleh peristiwa alam. Sekarang iklim berubah lebih karena oleh akibat aktivitas manusia. Iklim berubah tentu kita juga harus berubah pula terutama sikap kita untuk mengurangi dan lebih bijak dalam mengkonsumsi energi.
Sudah saatnya kita terutama pemerintah untuk lebih giat dan semangat dalam mendorong pengembangan sumber energi yang dapat diperbaharui yaitu sumber energi yang pemulihaannya sama cepatnya dengan laju pemakaiannya.
Tidak mudah memang namun bukan hal yang tidak mungkin. Usaha mencari energi alternatif yang dapat diperbaharui sangat mungkin untuk dapat dilaksanakan karena Indonesia banyak memiliki sumber energi alternatif seperti :
a) Tenaga Matahari, Indonesia kaya akan sinar matahari karena terletak di garis khatulistiwa yang hampir mendapat sinar matahari sepanjang tahun
(b). Tenaga angin dan gelombang, Indonesia termasuk negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia sehingga potensi energi gelombang laut dan angin dapat dikembangkan
(c) Panas bumi, Sebagian wilayah Indonesia terletak di cincin gunung api yang tentunya kaya akan energi panas bumi
(d) Energi air, Indonesia wilayahnya terdiri dari 2/3 air jadi sangat potensial untuk dikonveresi jadi energi.
Kembali ke EARTH HOUR, gerakan global ini memang sangat mulia untuk memberi kesempatan kepada bumi yang sudah tua ini untuk dapat menarik nafas sejenak selama 60 menit.
Namun di daerah kami, masalah mati lampu ini sudah merupakan hal yang sudah biasa karena listrik di tempat kami masih mengalami byerpet alias pemadaman lampu bergilir. Artinya secara tidak langsung kami sudah ber earth hour.
Apapun yang dilakukan manusia tentu memerlukan energi termasuk tersenyum. Jadi kami hanya dapat tersenyum dan pasrah apabila tiba saatnya giliran mati lampu.
SAVE OUR EARTH, JOINT EARTH HOUR NOW.
SALAM KOMPASIANA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H