Mohon tunggu...
Remy Riverino
Remy Riverino Mohon Tunggu... pegawai negeri -

....................Ingin selesai dengan diri sendiri...........................

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bangsa yang Sakit Perut

20 Agustus 2014   05:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:05 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa yang kita cintai ini telah memasuki usia ke-69 tahun. Diusia yang mulai senja, bangsa ini masih berkutat pada masalah-masalah pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya sebagai bukti tidak setiap orang di republik ini memiliki akses untuk sanitasi yang layak. Dari laporan WHO & Unicef “Progress Drinking Water & Sanitation 2014 Update” ada 54 juta orang Indonesia yang masih buang air besar (BAB) sembarangan dan menempatkan Indonesia negara dengan sanitasi terburuk ke dua di dunia setelah India (597 juta). Secara global terdapat 1,2 milyar penduduk bumi yang BAB di tempat terbuka.

Jumlah rumah tangga di Indonesia yang telah memiliki fasilitas sanitasi yang layak, baru mencapai angka 59,71 persen (BPS, 2013). Ini sangat ironis jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura dan Malaysia yang capaian cakupan layanan sanitasinya di atas 90 persen. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja dan Timor Leste.

Adanya fakta 54 juta orang Indonesia yang BAB di sembarang tempat setiap harinya dapat menghasilkan sekitar 11 ribu ton kotoran manusia (lebih berat dari 174 buah Tank Leopad yang legendaris itu). Dapat kita bayangkan apabila setiap hari tinja sebanyak itu serentak dibuang ke sungai, kolam, saluran air, kebun, semak belukar dan tempat terbuka lainnya tentu akan menimbulkan pencemaran yang berisiko menyebarnya bibit penyakit. Tinja merupakan media berkembang dan berinduknya bibit penyakit menular (virus, kuman dan cacing). Kondisi ini tentunya memperburuk sanitasi dan kesehatan lingkungan.

Buruknya sanitasi berakibat luas pada rendahnya standar kesehatan masyarakat. Penyakit diare menjadi indikasi buruknya sistem sanitasi dimana penyakit ini telah mendominasi jumlah kematian balita di Indonesia. Berdasarkan data WHO (2012), sekitar 31.200 balita di Indonesia meninggal dunia setiap tahunnya karena infeksi diare.

Sanitasi yang buruk juga berdampak secara ekonomi, Indonesia setiap tahunnya mengalami kerugian Rp 56 triliyun sebagai konsekuensi kondisi sanitasi tersebut dimana ada peningkatan biaya kesehatan karena ada anggota keluarga yang sakit dan biaya pemakaian air yang juga terus meningkat.

Sumber air yang tercemar akibat sanitasi yang buruk memerlukan biaya yang lebih untuk mengolahnya dari air baku menjadi air bersih yang layak sesuai standar kesehatan. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum, dari 53 sungai yang disurvey di Indonesia, 76,3 persen diantaranya sudah tercemar kotoran organik maupun logam. Jadi tidak heran bila biaya tagihan air ledeng kita terus meningkat dan apabila terus meningkat maka orang akan cenderung beralih ke air kemasan (masyarakat membayar lebih mahal).

Di sisi lain, juga ada penurunan pendapatan keluarga karena ada anggota keluarga yang tidak masuk kerja akibat diare (turunnya produktivitas) dan penurunan pendapatan di sektor pariwisata akibat berkurangnya kunjungan wisatawan karena layanan sanitasi yang buruk di tempat-tempat wisata. Perlu diketahui pula bahwa diare juga meningkatkan jumlah hari tidak masuk sekolah.

Buruknya sanitasi juga turut mempengaruhi stagnannya peringkat Indeks. Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Angka IPM adalah suatu standar pengukuran kualitas pembangunan manusia yang dibentuk dari tiga dimensi yakni angka harapan hidup, akses terhadap pendidikan/ilmu pengetahuan, standar hidup layak (kemampuan daya beli).

Rilis data UNDP 2014, IPM Indonesia tetap berada di peringkat di urutan 108 dari 287 negara meski mengalami kenaikan sebesar 0,44 persen (0,684 tahun 2013 dan 0,681 tahun 2012 ). Di kawasan Asean, Indonesia tertinggal jauh dari Singapura (urutan 9), Brunei Darussalam (urutan 30) dan Malaysia (urutan 62). Indonesia berada dikelompok medium bersama Timor Leste, Filipina, Kamboja, Vietnam dan Laos.

Dimensi angka harapan hidup IPM dihitung dari prosentase rumah tangga tanpa akses terhadap sanitasi yang layak, prosentase penduduk yang sakit, prosentase penduduk dengan keluhan kesehatan, angka kematian bayi dan lain-lain. Dari data-data di atas bahwa tidak semua penduduk Indonesia dapat mengakses sanitasi yang layak hingga menyebabkan pendapatan masyarakat menurun. Jadi angka sanitasi yang buruk turut menyumbang kenapa peringkat IPM Indonesia jalan ditempat.

Sanitasi memang belum dipandang sebagai kebutuhan yang penting sampai-sampai orang lebih memilih mementingkan untuk memiliki ponsel daripada membuat toilet di rumah. Menurut data PBB (2013) menyebutkan bahwa dari 6 juta orang pemilik ponsel, yang memiliki fasilitas sanitasi yang baik hanya 4,5 juta orang saja. Sisanya 2,5 juta orang ternyata tidak memiliki toilet.

Saat ini sektor sanitasi sudah menjadi sorotan dan masalah bersama secara global. PBB bersama Bank Dunia bertekad akan menuntaskan praktik penduduk dunia yang BAB di sembarang tempat pada 2025. Pemerintah RI melalui Kementerian Pekerjaan Umum mentargetkan akses sanitasi layak pada 2015 sebesar 70,25 persen (melebihi target MDGs 62,41%) dan cakupan layanan 100 persen pada 2019 sebagai pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sesuai yang tertuang dalam Rancangan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Pembangunan sanitasi termasuk Urusan Wajib jadi baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mempunyai peranan dan komitmen yang besar. Namun meski begitu, urusan sanitasi adalah urusan dan tanggung jawab kita bersama. Pihak swasta harus terdorong untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Masyarakat harus berperan aktif untuk mau merubah kebiasaan BAB sembarangan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya. Tanpa itu semua maka akan sulit untuk mencapai layanan sanitasi yang sudah ditargetkan.

Kini sudah saatnya sanitasi harus menjadi perhatian yang serius dan penting serta menjadikan sanitasi menjadi suatu issue yang “seksi”. Alasannya pertama, urusan sanitasi adalah menyangkut hajat hidup orang banyak, sanitasi bukan pilihan tapi kebutuhan tiap orang; kedua, layanan sanitasi yang baik dapat meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan, ketiga mampu meminimalisir kerugian dan mampu meningkatkan kondisi perekonomian suatu kota/kabupaten.

Kembali ke kemerdekaan RI, Tema HUT RI tahun 2014 adalah “Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 kita dukung suksesi kepemimpinan nasional hasil pemilu 2014 demi kelanjutan pembangunan menuju Indonesia yang makin maju dan sejahtera".

Menjadi negara maju adalah cita-cita The Founding Fathers, cita-cita para pahlawan dan cita-cita kita semua. Ciri-ciri negara maju disamping pendapatan perkapita yang tinggi, transportasi massal yang modern dan memadai, majunya pelayanan publik dll juga dicirikan dengan majunya layanan sanitasi di negara tersebut.

Mau bukti, apabila Anda ada kesempatan untuk pergi ke luar negeri, coba yang pertama-tama Anda lakukan adalah pergi ke toilet yang terdapat di fasilitas-fasilitas umum negara tersebut seperti bandar udara atau terminal apabila didapati toiletnya bersih, kering, tidak berbau, mengkilat kinclong dan air bilasnya lancar maka boleh dikatakan negara tersebut peradabannya sudah maju. Sebaliknya, apabila Anda mendapati toilet yang dindingnya penuh coretan, bau pesing, air bilasnya tidak lancar dan parahnya pas selesai buang hajat Anda masih dipungut biaya nah Anda dapat menebak mereka-reka sedang di negara manakah Anda sekarang berada?.

Kepada Presiden RI dan para Wakil Rakyat di masa yang akan datang, kita berharap agar lebih berkomitmen, lebih bersemangat untuk lebih meningkatkan pembangunan dan cakupan layanan sanitasi yang layak. Dan mari kita semua turut menyukseskan program-program pemerintah di bidang sanitasi ini. Jangan sampai generasi penerus bangsa kita nantinya tidak dapat pergi masuk ke sekolah dan absen bekerja hanya karena banyak yang menderita sakit perut (baca: diare) sehingga bangsa ini menjadi kurang productive dan makin kalah bersaing dan makin ketinggalan jauh dari bangsa lain.

Dirgahayu Republik Indonesia, Maju dan Jayalah Indonesiaku. Merdeka.!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun