Membaca berita dibawah ini, bisa jadi kita menjadi benar akan adanya dugaan bahwa lemabag pemeberantasan korupsi (KPK) selama ini digunakan oleh kepentingan kelompok tertentu untuk menebang pilih terhadap kelompok tertentu dan membendung penanganan kasus dari kelompok tertentu.
Publik yang selama beberapa waktu terakhir dipermainkan oleh kisruh yang terjadi di lembaga pemberantasan korupsi (KPK) ini, ternyata dalam prakteknya juga belum mampu membongkar kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi negara yang pernah berkuasa. Kita bisa lihat bagaimana perkembangan kasus Century, BLBI dll.
Berita dibawah ini seolah menambah deretan daftar kasus yang ditangani KPK yang mandek ditengah jalan.
KPK Nggak Boleh Loyo Hadapi Kasus Raksasa
Senin, 08 Juni 2015 , 10:39:00 WIB
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)/NET Â Â Â Â
RMOL. Publik masih berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengikis habis penyakit korupsi di negeri ini. Masalahnya, KPK dirundung berbagai persoalan. Mengiringi harapan publik yang tinggi, Presiden Jokowi memilih Panitia Seleksi KPK yang semuanya adalah perempuan. Jokowi percaya, terlepas dari pro dan konÂtra yang mengiringi, Pansel KPK yang dibentuknya ini bisa menemukan pemimpin KPK yang kredibel, adil dan punya keberanian memberantas korupsi.
Menurut pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita, pimpinan KPK mendatang haruslah sosok yang bersih dan tidak puÂnya persoalan yang membebani kinerja KPK kelak. "Pimpinan KPK itu harus tidak punya masalah luar dalam, sekecil apapun. Baik masalah keluarga atau masalah yang lebih besar. Kalau masih punya masalah, lebih baik jangan melamar jadi pimpinan KPK. Nanti kayak Abraham Samad," ujar Romli Atmasasmita kepadaRakyat Merdeka, kemarin.Â
Sementara menurut Direktur Segitiga Institute, Muhammad Sukron, pimpinan KPK yang punya integritas tidak akan bermain-main dalam menangani kaÂsus korupsi. "Dengan integritas pula, pimpinan KPK mendatang tidak lagi menyimpan satu kasus di dalam peti es yang ditutup raÂpat, sementara kasus lain dibawa ke panggung publik secara draÂmatik," kata Sukron.
Tentu saja, keberanian dan integritas terlalu filosofis dan absurd bagi sebagian kalangan. Karena itu, menurut Sukron, ada dua hal yang harus diwujudkan dalam tindakan dan aksi sehingga menjadi nyata dan konkret. Misalnya, terkait kasus-kasus besar yang selama ini mengambang dan tidak jelas ujungnya seperti dana talangan Bank Century, maupun kaÂsus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang terjadi sebelumnya dan kasus kondensat PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) yang heboh belakangan.
Bagaimanapun, lanjut Sukron, Centurygate sudah terang benderang dan jelas. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemuÂkan sejumlah kejanggalan dalam pengucuran dana talangan Bank Century. Begitu juga dengan DPR. Tetapi, seperti ada kekuaÂtan besar yang membuat KPK lumpuh layu di hadapan kasus ini. "Dalam hal Centurygate, KPK harus berani terbuka dalam kasus yang membuat Indonesia geger ini. Paling tidak, KPK harus terbuka soal Boediono," tegas Sukron.
Boediono adalah Gubernur Bank Indonesia Boediono ketika kasus ini terjadi November 2008. Adalah Boediono yang dengan sangat ngotot mengusulkan keÂpada KSSK agar Bank Century diberikan status sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Belakangan danatalangan yang diberikan kepada Bank Century membengkak menjadi Rp 6,7 triliun.
Bagi Sekjen Suluh Indonesia, Dahroni Agung Prasetyo, kaÂsus Century ini harus dibuka terang benderang dan diusut hingga tuntas. Siapa yang berÂsalah harus dihukum, dan yang memang tidak bersalah harus dibebaskan.