Mohon tunggu...
Ani Yunita Prasetiani
Ani Yunita Prasetiani Mohon Tunggu... -

Menulis itu adalah hobi yang unik, maka dari itu saya ingin terus menulis, terus dan terus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf, Ini Bukan Mimpi dan Juga Bukan Khilaf

26 Juni 2012   03:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:31 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak akan menyoal apa itu definisi mimpi ataupun khilaf. Aku menganggap kita sudah satu frame dalam hal ini, aku sudah menganggap kita sudah satu hati. Tapi ternyata tidak.

Suatu hari, kau menemuiku, dan berkata, lupakan semua yang telah kita lalui selama ini, dan anggap semuanya hanya mimpi.

Tidak, aku tak mau! Aku bersikukuh dengan keyakinanku.

Bagaimana kau bisa menyuruhku melakukannya? Kenapa kau hanya diam terpaku waktu itu. Dan berkata ini demi kebaikanmu. Kebaikan macam apa yang kau ingini? Hah?

Bagaimana bisa kau menyuruhku menganggap ini semua hanya mimpi. Berbagai macam memori dan kenangan bersamamu sungguh teramat banyak. Bagaimana bisa aku menganggap 1321 hari ini hanya sebagai mimpi? Sebatas bunga tidur. Dan jika ini hanya sebuah mimpi, seperti apa yang kau minta aku menganggapnya, lalu kenapa terasa sakit setelah aku bangun dari tidur???

Percayalah, ini memang jalan yang sebaiknya. Kau masih saja mencoba meyakinkanku.

Apakah jalan yang sebaiknya itu harus menyakitkan seperti ini. Jika ia memang kebaikan, tak bisakah aku dan kamu bersatu, bisakah itu kupilih sebuah jalan kebaikan untuk kita?

Anggap saja selama ini aku khilaf. Semakin tak karuan saja alasanmu bagiku.

Khilaf??? Khilaf macam apa yang kau anggap sebagai khilaf ini? Bagaimana bisa 1321 hari kau anggap sebagai sebuah khilaf. Aku semakin sakit karenanya. Jika selama ini kau khilaf, baiklah. Di pagi buta kau mengantarkan sarapan untukku, itu khilaf bagimu. Kau datang ke rumahku dan berbincang tentang masalahmu dan masalahku, itu juga khilaf bagimu. Kau selalu menyempatkan waktumu sebelum masuk kuliah untuk menemuiku, itu pun khilaf bagimu. Dan mungkin di setiap kau mengingatku juga khilaf bagimu. Bahkan mungkin, ketika kau berangan memiliki masa depan bersamaku, itu khilaf bagimu. Dan mungkin bagimu kau pernah mengenalku dan mungkin dulu pernah mencintaiku, juga merupakan khilaf bagimu.

Kangmas,,,

Baiklah jika kau menyuruhku seperti ini akan kulalui dan kujalani. Sungguh mimpi dan khilaf ini teramat sayang untuk di lupa.

Kau hanya berlalu pergi dan berkata “maafkan kangmas-mu ini nduk”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun