Masih ingat kontroversi kinjungan anggota DPR ke Jerman baru-baru ini? Pasti masih segar di ingatan kita. Menurut Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin, kunjungan ini tidak terkoordinasi dengan baik. Kedatangan anggota Baleg DPR ke Deutsches Institut fur Nörmung (DIN) tersebut salah alamat.
Seperti diberitakan berbagai media, anggota Badan Legilsi DPR melakukan kunjungan kerja Jerman untuk mendapatkan masukan terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keinsinyuran. Negara Jerman dianggap sudah memiliki teknologi tinggi dan sistem keinsinyuran yang sudah memadai.
Sebelum ke Jerman, Baleg DPR mengatakan bahwa di sana mereka akan bertemu dengan Persatuan Insinyur, Dewan Keinsinyuran, perguruan tinggi, dan pengguna jasa insinyur. Namun, ternyata rencanan ini tidak pernah terlaksana. Mereka malah nyasar ke DIN yang tidak paham masalah keinsinyuran.
Lucunya, karena mendapat berbagai kecaman atas kunjungan mubasir ini, Ketua DPR Marzuki Ali, malah menyalahkan Kedutaan Besar RI di Jerman. Dia menilai pihak Kedutaan Besar RI di Jerman sengaja mengerjai anggota DPR yang berkunjung kerja ke sana (baca di sini ).
Yang lebih mengherankan Marzuki protes terhadap pihak Kedubes RI di Jerman yang sengaja memberikan video pertemuan Baleg DPR dengan DIN kepada PPI Berlin. Video ini kemudian diunduh di YouTube dan rakyat bisa menyaksikan rendahnya kualitas dan urgensi pertemuan itu.
Namun, tuduhan Marzuki di atas ditampik oleh Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Eddy Pratomo. Ia mengatakan video studi banding Badan Legislasi DPR yang diunggah PPI) Jerman ke YouTube bukan milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman (baca di sini).
Pertanyaannya, mengapa Marzuki Ali begitu gampang mengkambinghitamkan Keduber RI di Jerman? Jawabannya mungkin sederhana. DPR sudah gagap menghadapi aneka kritik, kecaman, bahkan makian dari masyarakat. Mungkin lebih tepatnya, DPR sudah gerah.
Tapi yang membingungkan, perilaku buruk DPR ini tidak pernah berubah. Padahal jalan satu-satunya untuk keluar dari lingkaran kritik dan citra buruk, ya harus berubah. Dengar aspirasi rakyat. Tunjukan kinerja yang benar dan bertanggung jawab. Itu baru namanya DPR yang dewasa, lembaga yang terhormat, bukan taman kanak-kanak seperti yang dikatakan almarhum Gus Dur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H