Mohon tunggu...
Relly Jehato
Relly Jehato Mohon Tunggu... Penulis - .

Personal Blog: https://www.gagasanku.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahfud MD Sedang Labil

18 Juni 2011   09:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingga kini, kasus dugaan suap Wisma Atlet Sea Games XXVI di Jakabaring, Palembang, yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, terus bergulir. Mantan Bendahara Umum partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang ngacir ke Singapura dan diduga ikut tersangkut kasus ini perlahan-lahan berkicau. Beberapa hari lalu, Nazar mengirim pesan pendek ke Tempo dan menyebut tiga politikus - yaitu Angelina Sondakh (Partai Demokrat), I Wayan Koster (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dan Mirwan Amir (Partai Demokrat) – ikut "bermain" dalam anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut.(baca di sini).

Pengakuan Nazar ini tentu saja menjadi tamparan berat bagi Partai Demokrat dan orang-orang yang namanya disebutkan. Pesan Nazar itu bisa saja benar, tapi bisa juga tidak benar. Namun, yang menurut saya mengherankan, adalah rekasi dan tanggapan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Ia menganggap tindakan Nazar merupakan “cara untuk menghindari fokus yang terus menyerang padanya”.Tanpa sungkan Mahfud menganggap Nazar sebagai sosok yang labil dan sulit untuk di percaya (di sini).

Menurut saya, tindakan Mahfud merupakan sebuah blunder. Pertama, dalam kasus yang terkait dengan dugaan pemberian uang ke Sekretaris Mahkamah Konstitusi, Djanedri M. Gaffar, yang kemudian dilaporkan Mahfud ke Presiden SBY, Nazar memang sempat menyangkal mengenal Gaffar, tapi kemudian mengaku mengenalnya. Persoalannya, preseden ini menjadi dasar bagi Mahfud menilai Nazar sebagai orang yang labil dan tidak perlu dipercaya ketika menyebut tiga politikus yang diduga terlibat dalam kasus Wisma atlet di atas. Ini merupakan bentuk generalisasi yang serampangan dari seorang Mahfud. Masa hanya dari sebuah kasus lalu dibuat kesimpulan seperti itu? Tentu saja itu tidak fair.

Kedua, dari sudut pandang posisi Mahfud sebagai Ketua MK. Dalam logika hukum, fakta dan bukti menjadi tolak ukur sebuah penilaian dan keputusan. Pesan singkat Nazar yang disampaikan ke Tempo itu belum dinyatakan benar atau bohong/salah secara hukum. Masih perlu dibuktikan. Nah, sebagai seorang ahli hukum, apalagi sebagai Ketua MK, tidak pada tempatnya Mahfud langsung memberi penilaian bahwa pesan Nazar itu tidak perlu dipercaya dan memvonisnya sebagai orang yang labil.

Blunder Mahfud ini melangkapi sikapnya ketika melaporkan Nazaruddin kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu yang menginformasikan bahwa Nazaruddin pernah berupaya menyuap sekretaris jenderal MK, Janedjri M. Gaffar, senilai Sin$ 120 ribu (sekitar Rp 828 juta). Yang memprihatinkan adalah sikap Mahfud yang mau saja untuk melakukan konferensi pers bersama SBY terkait upaya suap Nazaruddin kepada Skejen MK tersebut.

Dari gambaran di atas, tanpa ragu saya menganggap bahwa sebetulnya yang sedang labil adalah Mahfud MD sendiri. Labil yang saya maksudkan terkait dengan posisinya sebagai seorang Ketua MK. Dia keluar dari lingkup wewenang, tugas, dan posisinya ketika ia menilai Nazarudin sebagai orang yang labil dan tidak perlu dipercaya. Sikap Mahfud seperti itu, menurut saya, lebih tepat dilakukan oleh politikus. Atau, jangan-jangan Mahfud memang sudah sangat politis dalam bersikap? Ini tentu bencana besar bagi lembaga seperti MK.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun