Mohon tunggu...
Relly Jehato
Relly Jehato Mohon Tunggu... Penulis - Senang Menulis

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Sudah Memulai Proyek Revolusi Mental

22 Oktober 2014   23:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:04 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu proyek besar presiden terpilih, Jokowi, adalah revolusi mental. Dalam berbagai kesempatan Jokowi mengatakan revolusi mental merupakah langkah strategis yang mampu mencegah tindakan KKN, intoleransi, konsumerisme, keinginan cepat kaya secara instan, pelanggaran hukum, anarkisme, intimidasi, dan sikap oportunis.

Revolusi mental juga Jokowi pandang sebagai salah satu jalan untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan, gizi buruk,  pengangguran dan berbagai persoalan lainnya di negara ini. Hanya saja, bagaimana revolusi mental itu diimplementasikan? Pelaksanaan revolusi mental itu sebaiknya mulai dari siapa dan dari mana?

Jokowi  mengatakan revolusi mental dimulai dari masing-masing kita sendiri, dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, hingga lingkungan kota dan negara. Revolusi mental harus menjadi sebuah gerakan nasional.

Saya kira, revolusi mental ini sudah mulai diterapkan Jokowi mulai dari dirinya pasca pelantikannya sebagai presiden. Bentuknya apa? Sebetulnya tidak susah untuk menemukannya.

Pertama, ia membuat istana negara bisa dijamah langsung oleh rakyat. Bejibun dan menyemut rakyat yang menghantarnya menuju dan masuk istana. Tidak ada jarak antara rakyat dan dirinya sebagai presiden.  Rakyat pun tak sungkan memanggil dan meneriakkan namanya.

Ya, Jokowi menunjukkan secara nyata dan simbolis bahwa ia ada bersama rakyat, menjadi bagian dari rakyat, dan bekerja bersama dengan rakyat. Ini jelas jauh berbeda dengan presiden sebelumnya, bukan?

Selama ini, lahan istana bak kuburan angker yang tak tersentuh oleh rakyat. Presiden menempatkan diri dan diposisikan bak raja feodal yang duduk di singgasana angkuh. Rakyat pun rasanya terasing dari pemimpinnya.

Kedua, saya kira, perekrutan menteri yang melibatkan KPK dan PPATK adalah bentuk revolusi mental yang lain. Pelibatan dua lembaga ini bisa membantu Jokowi menemukan mitra kerja yang pintar, jujur, tulus, tidak suka korupsi, dan mau bekerja keras bersamanya membangun Indonesia yang lebih baik.

Untuk tahap awal ini, kita tidak perlu melihat revolusi mental dalam bentuknya yang rumit, besar, dan dahsyat. Temukan revolusi mental itu dalam hal-hal sederhana, tapi memberi dampak yang luar biasa bagi terciptanya Indonesia hebat.

Mari kita terus mengawasi Jokowi agar benar-benar menepati janji-janjinya. Kalau 'gefans' jangan seperti burung beo. Kalau mengkritik Jokowi, jangan atas dasar kebencian. Rasa benci akan membuat penilaian kita jauh dari objektif. Mudah-mudahan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun