Mohon tunggu...
Relly Jehato
Relly Jehato Mohon Tunggu... Penulis - Senang Menulis

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aburizal Bakrie Ingin Pimpin Golkar Lagi, untuk Apa?

28 November 2014   21:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:35 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Internal Partai Golkar sedang kisruh. Ada dua kubu yang saling bertikai. Kubu Aburizal bakrie yang menginginkan pemilihan ketua umum dipercepat menjadi 30 November dan kubu Agung Laksono yang menuntut musyawarah nasional digelar pada 15 Januari 2015 sesuai dengan keputusan musyawarah nasional di Riau 2009.

Dalam rapat pleno pusat beberapa waktu lalu, Aburizal dikudeta dan dibeku  karena memaksakan kehendaknya untuk tetap menggelar Munas Golkar di Bali pada 30 November. Kubu Agung Laksono Cs lalu membentuk presidium dan memutuskan musyawarah nasional digelar pada 15 Januari mendatang. Sejumlah senior Golkar seperti Akbar Tandjung dan Jususf Kalla sedang berupaya agar dua kubu ini bisa islah.

Di sini saya tidak akan menguraikan masalah kisruh dalam tubuh Partai Golkar. Saya lebih tertarik untuk membahas sosok Aburizal Bakrie yang katanya ingin maju lagi untuk jadi ketua umum Golkar. Pertanyaan dasarnya adalah mengapa Ical ingin maju lagi?

Mungkin, kita bisa dengan mudah menduga bahwa Ical masih ingin mengincar kursi presiden tahun 2019. Tapi, dugaan ini agaknya terlalu lemah. Mengapa? "Brand Ical" tidak laku dijual. Untuk maju dalam paket capres resmi dalam pilpres 2014 saja gagal, apalagi untuk menang. Ironis kalau Golkar tetap menjual merek yang tidak laku, bukan? Lantas, apa yang mendorong Ical "ngotot" jadi penguasa Golkar lagi? Ada beberapa kemungkinan lain.

Pertama, Ical ingin menjalankan komitmen dan janjinya untuk Koalisi Merah Putih (KMP). Ical adalah ketua presidium koalisi ini. Ia ingin berperan dan memastikan agar agenda-agenda koalisi bisa berjalan sesuai rencana.  Seandaianya sosok lain yang pimpin Golkar, ada kemungkinan arah koalisi bisa berubah dan beralih ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH), apalagi kalau sosok itu pro-Jokowi. Ini yang ingin dihindari Ical dan Prabowo Cs.

Kedua, Ical ingin mempertahankan, mengamankan, menjaga, bahkan membangun kerajaan bisnisnya melalui jalur politik. Apalagi, dalam konteks Indonesia, politik dan bisnis itu bagaikan dua sisi dari satu keping mata uang. Berkali-kali Ical menegaskan bahwa ia sudah tidak terlibat lagi dalam mengurus kerajaan bisnisnya. Namun, bantahan ini tidak lantas membuat banyak kalangan percaya begitu saja. Mustahil Ical tidak memperjuangkan kepentingan bisnisnya dalam politik.

Ketiga,  Jokowi dalam kampanye pilpres telah meneken kontrak politik dengan warga korban lumpur semburan lumpur panas PT Lapindo di Sidoarjo. Satt kontrak politik itu, Jokowi  menjamin penyelesaian kasus ganti rugi untuk warga atas luapan lumpur PT Lapindo Brantas, jika terpilih menjadi presiden. Janji Jokowi ini tentu sangat menggangu Lapindo Brantas, yang merupakan salah satu perusahaan milik Grup Bakrie itu.

Sebagaimana diketahui, Lapindo Brantas belum memberi ganti rugi sebesar Rp 786 miliar kepada warga yang berada di dalam peta area terdampak semburan lumpur. Hingga saat ini, warga tersebut masih menuntut hak ganti ganti rugi. Dan saya kira, tinggal tunggu waktu saja Jokowi menepati janjinya.

Kalau kita sagkutpautkan antara kepentingan bisnis Ical dengan janji Jokowi ini, maka bisa jadi, geliat dan manuver politik Ical (Golkar) terhadap (pemerintahan) Jokowi, misalnya penggalangan interpelasi kenaikan BBM, bukan mustahil merupakan bagian dari "teror politik" dari Ical agar Jokowi hati-hati dalam mengambil langkah. Masalah Lapindo ini bisa jadi instrumen "dagang sapi" yang mungkin saja bisa ditawarkan Ical CS ke Jokowi.

Sebagaimana diketahui, strategi seperti ini sudah diterapkan Ical saat SBY masih berkuasa. SBY yang terlalu "lemah lembut" akhirnya harus merelakan APBN untuk ikut membayar ganti rugi korban bencana Lapindo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun