Sebelumnya, saya mengatakan kepada teman saya, "Aku kepengen deh cepet idul adha" Refleks, teman saya pun menanggapi, "Loh, kenapa emang?" Tanpa pikir panjang, saya menjawab, "Seneng lihat orang-orang yang udah bisa berqurban, aku juga mau" Kalimat itu muncul natural saja.Â
Pasalnya, seperti di tahun-tahun sebelumnya, setiap momen menyambut Idul Adha, saya selalu berharap dapat memiliki penghasilan dan bisa membuka lapangan pekerjaan, saya pun ingin berqurban dengan uang sendiri.Â
Mungkin saat itu saya sedang lelah, hingga yang terpikirkan di benak saya hanyalah kerealistisan akan hidup, yang saya pikir semuanya terjawab dengan uang.
Setelah mengatakannya, saya terdiam. Saya takut dengan kalimat saya sendiri. Saya pikir, "Eh, apa tadi yang kukatakan? Bukankah bulan ini adalah bulan unjuk gigi dengan memberikan pengorbanan-pengorbanan terbaik untuk Allah? Baru segini aja ngeluh? lagian gak semua pengorbanan harus tentang mengeluarkan uang" Ya, ingin sekali rasanya saya menarik kembali kata-kata yang baru saja saya ucapkan itu.Â
Miris saja, di saat orang lain ingin berkorban untuk Allah dengan amal shalih terbaik, mengapa saya yang sudah berhadapan dengan ladang amal shalih di depan mata tidak memanfaatkannya dengan baik untuk memberi-Nya pengorbanan terbaik? Padahal saya memiliki banyak waktu luang. Ya Allah, Astaghfirullah.
Bicara tentang pengorbanan terbaik, hal itu memang menjadi topik utama di bulan dzulhijah. Diawali dengan kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya, syariat untuk menyembelih hewan qurban sebagai pengorbanan terbaik untuk Allah pun hadir dan diperintahkan kepada kita sebagai hamba-Nya.Â
Tetapi, apakah berqurban saja sudah cukup? Oh, sayangnya tidak~. Ternyata, perihal berqurban ini bukan hanya tentang menyembelih hewan qurban. Ya, semua belum cukup sampai di situ, sebab ada makna dan esensi lain yang lebih dalam, yang harus kita maknai dan sadari dengan baik. Apakah itu?
Adalah tadhiyah, atau pengorbanan jiwa kita kepada Allah. Inilah sebenarnya yang menjadi esensi dan makna terdalam yang sedang Allah ajarkan kepada kita semua di bulan Dzulhijjah ini.Â
Bukan hanya perihal mengorbankan harta untuk berqurban atau bersedekah, namun kita pun diminta untuk berkorban kepada-Nya dengan jiwa kita. Dan inilah yang membuat saya benar-benar merasa resah!
Dalam lisan, saya sering mengatakan bahwa ibadahnya saya, sekolahnya saya, menulisnya saya, bahkan memasak dan menyapunya saya adalah karena dan untuk Allah.Â
Saya merasa mengorbankan diri saya untuk Allah. Saya juga berlagak percaya diri bahwa waktu, energi, dan materi yang saya miliki saya serahkan kepada Allah.Â