[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: sin.stb.s-msn.com"][/caption]
"Kami ikhlas yang sudah berlalu. Tapi kalau Presiden ke sini, ada banyak hal yang ingin kami sampaikan. Buat kami, yang penting masa depan anak-anak…"
-Neni, Pengungsi Sinabung (kompas.com)
Pada September 2013, Gunung Merapi Sinabung di Sumatera Utara kembali “batuk”. Tercatat 27 ribu warga mengungsi di 34 titik pengungsian. Semua aktivitas warga terhenti. Anak – anak terpaksa meninggalkan sekolah selama 4 bulan.
Ribuan hektar lahan pertanian warga rusak. Warga kehilangan sumber penghidupan. Kerugian diperkirakan mencapai Rp 1 triliun. Rumah – rumah dan bangunan publik tak luput dari “serangan” erupsi Sinabung. Namun, bukan kerugian materil yang dipersoalkan warga. Masa depan anak – anak menjadi taruhan.
Dinas Pendidikan Sumatera Utara mencatat, sekitar 199 ruang kelas mulai dari tingkat SD hingga SMA di sejumlah kecamatan di Kabupaten Karo, rusak. Kerusakan ruang kelas itu pun telah membuat keberlangsungan pendidikan sekitar 5 ribu siswa yang kini berada di pengungsian terancam.
Korban erupsi Sinabung ditengah – tengah bencana alam lainnya yang saaat ini menimpa Indonesia, terus mengharap perhatian pemerintah. Berbulan – bulan, pengungsi Sinabung seperti tak “berayah”. Janji kedatangan Presiden SBY terus dinantikan.
Berbagai pihak mendesak pemerintah menetapkan erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional. Dengan demikian bantuan dan penanganan terhadap korban pengungsi dapat dioptimalkan. Tetapi pemerintah menilai Sinabung belum bisa ditetapkan sebagai bencana nasional karena masih bisa ditangani oleh pemerintah daerah.
Ketua DPP PKB, Marwan Jafar, mengatakan, hingga saat ini belum ada solusi dan langkah konkrit pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. "Untuk kepentingan jangka pendek dan jangka panjang mereka, tidak ada kata lain kecuali sesegera mungkin, tanpa alasan apapun, menetapkan Sinabung dengan status sebagai bencana nasional. Kita bangun solidaritas nasional untuk Sinabung," katanya.
Mantan Wakil Bendahara KNPI Sumatera Utara, Ir. Erick Sitompul, MH, mengatakan kejadian ini sudah berkembang menjadi bencana dengan skala yang besar dan dengan dampak yang sangat luas. "Pemerintah pusat harus turun tangan dan cepat tanggap. Jangan sampai terulang cerita sedih seperti saat bencana Gunung Merapi di Yogyakarta tahun lalu,” katanya.
Hal senada juga disampaikan CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibdo. Ia menyarankan pemerintah menaikkan status bencana Sinabung dari bencana daerah menjadi status bencana nasional."Kalau dilihat dari skala bencana di Sinabung, sudah bisa direkomendasikan menjadi bencana nasional," katanya.
Begitu juga dengan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mendesak pemerintah menetapkan bencana erupsi Gunung Sinabung. “Bencana akibat letusan Gunung Sinabung ini sudah sangat panjang sehingga kini bukan saja jadi perhatian nasional, tapi juga internasional. Jadi, kita dorong bencana ini menjadi bencana nasional,” katanya.
Meskipun didesak banyak pihak untuk menetapkan erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional, tetapi pemerintah tetap bergeming. Padahal bencana Sinabung sudah masuk dalam 5 kategori bencana nasional.
Pertama adalah banyaknya korban. Erupsi gunung Sinabung ini membuat kehidupan 26 ribu lebih pengungsi terpuruk. Kedua, besaran kerugian atas rusaknya pertanian warga yang menembus angka Rp 1 T.
Ketiga terdapat kerusakan sarana dan prasarana masyarakat setempat berupa puluhan rumah dan sejumlah fasilitas publik. Keempat ialah cakupan luas wilayah yang berdampak terhadap kehidupan warga pengungsi.
Terakhir, adanya dampak sosial dan ekonomi nasional berupa berkurangnya pasokan bahan pangan yang merugi hinga Rp 1 T tersebut. Seperti yang diketahui, Kabupaten Karo adalah pemasok kebutuhan sayur mayur ke berbagai daerah. Akibat erupsi, harga sayur mayur dilaporkan melonjak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H