Mohon tunggu...
Hati Indonesia
Hati Indonesia Mohon Tunggu... profesional -

Kata-kata adalah politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Atasi Persoalan Hidup Buruh, Ini yang Harus Dilakukan

20 Februari 2014   19:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="sumber: pbs.twimg.com"][/caption]

Hari Pekerja Nasional ke – 41 yang jatuh hari ini diperingati oleh buruh – buruh di sejumlah daerah di Indonesia. Persoalan tenaga kerja dan lapangan pekerjaan masih menjadi pembahasan yang seakan tak pernah usai. Hampir setiap tahun tenaga kerja atau buruh turun ke jalan menuntut kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Meskipun setiap tahunnya pemerintah selalu menaikkan upah minimum provinsi (UMP) yang dijadikan rujukan menentukan besaran upah bagi buruh. Tetapi kenyataannya, hidup buruh masih dibawah angka kesejahteraan. Terutama tenaga kerja outsourcing yang gajinya berbeda 30 persen dari karyawan kontrak di perusahaan yang sama.

Ini terjadi karena pengawasan pemerintah yang sangat lemah. Sangat berbeda dengan negara – negara lain, seperti Jepang yang tenaga kerja outsourcingnya hidup sangat sejahtera karena dilindungi undang – undang yang tegas.

Oleh karena itu tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia tetap ssaja tinggi. Hasil kajian LIPI, sekitar 43,67 persen pekerja Indonesia saat ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Itu terjadi karena tenaga kerja Indonesia mendapat gaji rendah. Rata – rata gaji pekerja formal hanya Rp 1.2 juta dan informal hanya Rp 700 ribu.

Wiranto, Calon Presiden Hanura 2014, menagatakan persoalan tenaga kerja ini terjadi karena alotnya prosuder penetapan upah minimum pada UU Ketenagakerjaan yang kurang memperhatikan aspek produktivitas. Sehingga permasalahan ketenagakerjaan kian kompleks dan berimplikasi pada tingkat penciptaan kesempatan kerja dan angka pengangguran.

Implementasi UU Ketenagakerjaan berdampak pada informalisasi kesempatan kerja, yakni berkurangnya kesempatan kerja formal. Kelemahan lain dari UU ini adalah dalam hal pengaturan tenaga kerja kontrak. Banyak pekerja terjebak dengan status kontrak.

Menurut Wiranto, solusi menangani persoalan ini ke depannya adalah memberikan kepastian aturan usaha, baik yang berkaitan dengan pengusaha maupun pekerja. Melalui peraturan pengupahan, pesangon, outsourcing dan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja.

“Juga harus dilakukan peningkatan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja. Kemudian meningkatkan kualitas dan produktivitas pekerja melalui peningkatan kinerja lembaga – lembaga pelatihan milik pemerintah,” kata Wiranto, Kamis (20/02).

Selain itu, lanjut Wiranto, peningkatan standar kompetensi kerja juga perlu dilakukan. Melakukan konsolidasi terhadap program APBN agar dana yang ada dapat dioptimalkan. Dan terakhir melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayan pekerja migran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun