Mohon tunggu...
Reko Alum
Reko Alum Mohon Tunggu... Freelancer - She/her

Metalhead \m/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Pengobatan 'Herbal'

2 Juni 2014   04:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kunjungan tahap kedua ini, kembali menghabiskan uang sebesar 17 juta lebih. Belum termasuk ongkos pesawat, sewa mobil dan akomodasi tujuh hari selama disana. Untuk masa rawat selama seminggu di rumah sakit tersebut, kami hanya menerima satu lembar kuitansi yang ditulis tangan dan diperinci sebagai berikut: perawatan, visite, kamar/makan, laboratorium, obat herbal, obat rawat jalan, lain-lain. Untuk obat tidak ada deskripsi mengenai jenis obat-obatan apa yang sudah kami bayar selama dirawat, padahal di bagian obat 'herbal' inilah angkanya sangat fantastis  yaitu 12, 5 juta rupiah.  Tidak ada copy resep.

Sekitar sebulan setelah kunjungan ibu mertua yang kedua ke rumah sakit tersebut, ia berpulang. Manusia berusaha, Tuhan berkehendak. Sampai saat ini keluarga berusaha iklas meskipun berat. Tapi beban yang  tidak tertahankan harus ditanggung oleh bapak mertua saya. Ia betul-betul sangat terpukul dengan kepergian ibu mertua yang begitu cepat. Saya bukan mencari kambing hitam dalam kasus ini. Tapi seandainya rumah sakit dalam hal ini dokter yang merawat  mau terbuka dan tidak memberi harapan palsu pada bapak mertua saya, yang saat itu dalam kondisi galau menghadapi kenyataan istrinya yang sakit berat; tentu ia sudah bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk sejak saat itu. Sebab baginya, pendapat  seorang dokter tentu lebih bermakna dibanding komentar anak atau saudara yang memang tidak mengerti masalah medis.

Memilih untuk menggunakan 'pengobatan herbal' memang sudah menjadi pilihan keluarga saat itu, tentu dengan segala resikonya. Tapi sekali lagi lagi memberi harapan palsu pada mereka yang sudah jelas sedang berkesusahan, sangat tidak etis. Saya tidak tahu, atas nama apa pihak rumah sakit bersikap seperti itu. Buat saya yang awam, yang terlintas di kepala saya adalah ketika harapan kosong terus dijejali kepada keluarga pasien, tentu frekuensi datang untuk berobat kesana akan semakin terbuka. Artinya pemasukan akan terus bertambah. Saya tidak percaya, seorang dokter bertitel profesor tidak tahu bahwa penderita kanker stadium empat dengan usia 72 tahun masih bisa sembuh atau lebih baik, melalui pengobatan yang ia berikan. Dari beberapa pembicaraan dengan teman saya yang dokter, pasien kanker stadium empat memang masih bisa sembuh dengan catatan belum berusia lanjut.

Ibu mertua saya hanya bertahan dua bulan setelah divonis kanker dan melakukan pengobatan 'herbal' selama total dua minggu.

Sekali lagi, tulisan ini tidak bermaksud untuk menggiring opini negatif pada satu metode pengobatan tertentu. Keputusan kembali ke tangan pembaca, semoga bermanfaat. Salam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun