dalam penentuan hak pemajakan orang yang di cakup dalam OECD model disini ada orang/badan dan juga penduduk dari kedua negara. ada juga Dual residence disini merupakan seorang Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki status penduduk rangkap untuk tujuan perpajakan. Seseorang dianggap penduduk oleh dua otoritas pajak. Misalnya saya dianggap penduduk Indonesia dan Singapura.
kasus : MR. REY ADALAH SEORANG PENGUSAHA SUKSES, DIMANA SAYA MEMILIKI BISNIS DI INDONESIA DAN DI SINGAPURA, DIA MEMILIKI KTP INDONESIA DAN BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA, NAMUN DI BEBERAPA WAKTU DIA JUGA SELALU KE SINGAPURA UNTUK MENGUNJUNGI BISNIS NYA DISANA, DAN DIA PUN MEMILIKI TEMPAT TINGGAL DI SINGAPURA, DIA DIANGGAP RESIDENCE SINGAPURA DAN RESINDENCE INDONESIA. PENGHASILAN DIA DI INDONESIA ADALAH 1000 $ PERBULAN DAN PENGHASILAN NYA DI SINGAPURA ADALAH Â 15.000 $ PERBULAN. ISTRI DAN KE 3 ANAK NYA TINGGAL DI INDONESIA. DALAM SATU TAHUN BILA DI AKUMULASI Â DIA TINGGAL DI INDONESIA SELAMA 100 HARI, DI SINGARPURA 80 HARI DAN SISANYA DI BEBERAPA NEGARA LAIN.
maka hak pemajakan mr. rey ada di indonesia karena berdasarkan penyelesaian masalah dengan a tie breaker rule yang terdiri dari beberapa kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan (sequency). yang Artinya apabila kriteria pertama tidak dapat memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria kedua dan seterusnya.Â
dengan Kriteria a tie breaker rule seperti:
* tempat tinggal tetap (permanent home) yaitu tempat dimana Wajib Pajak tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of permanence;Â
* Pusat kepentingan (centre of vital interest) yaitu tempat dimana hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi berada; * Kebiasaan berdiam (habitual abode);Â
* Status kewarganegaraan (nationality) Wajib Pajak;Â
* Prosedur kesepakatan (MAP) yaitu prosedur kesepakatan antara kedua otoritas pajak dari masing-masing negara.
kita dapat mengetahui bahwa hak pemajakan mr.rey ada di indonesia seperti yang kita lihat dari kriteria a tie breaker rule bahwa mr. rey  lebih banyak berdiam diri di indonesia meskipun dia memiliki bisnis di singapura karena  pusat kepentingannya hubungan keluarga, ekonomi ada di indonesia dan juga status kewarganegaraannya indonesia maka dapat dipastikan hak pemajakannya ada di indonesia.
berdasarkan kasus diatas juga sangat berhubungan erat dengan materi perpajakan internasional mengenai hak pemajakan dimana sebagai alternatif, hak pemajakan juga dapat digunakan pada negara dimana efektif manajemen berada. antara pasal 8 OECD Model dan pasal 8 UN Model alternatif A memiliki pemahaman yang sama terkait dengan hak pemajakan penghasilan dari pengoperasiannya dalam jalur internasional hanya akan dikenakan pajak di satu negara saja yaitu di negara dimana tempat efektif manajemen berada. sedangkan, dalam pasal 7 OECD model diketahui bahwa untuk mengenakan pajak terhadap laba usaha di negara sumber hanya dapat dilakukan apabila terdapat BUT di negara sumber. namun, hal ini berbeda perlakuannya apabila laba dimaksud adalah laba yang diperoleh dari kegiatan jalur transportasi di jalur internasional. persyaratan ini tidak berlaku sehingga pengenaan pajak atas laba usaha atas kegiatan transportasi internasional tetap dapat dikenakan di negara sumber tanpa melihat ada tidaknya BUT di negara sumber. hal ini terjadi karena pengenaan pajak atas laba dari kegiatan transportasi internasional diatur tersendiri dalam pasal 8 OECD Model. maka, dalam hal terdapat pengaturan tersendiri pengenaan pajak atas laba sebagaimana dalam konteks ini, maka pasal 7 menjadi tidak berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H