Mohon tunggu...
Tina Sri Hartati
Tina Sri Hartati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Setiap coretan tinta dari pena kehidupan seseorang akan membekas ketika terekam dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cara 'Anak Desa' Memahami Ruang Publik

30 September 2015   23:29 Diperbarui: 30 September 2015   23:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HHD atau Hari Habitat Dunia merupakan satu cara yang disetujui oleh 176 negara anggota PBB yang berkenaan dengan cara mengingatkan dunia akan tanggung jawab bersama terhadap masa depan habitat (tempat bermukim) manusia. HHD selalu diperingati setiap hari Senin pertama pada bulan Oktober di setiap tahunnya, untuk tahun ini HHD akan diperingati pada hari Senin, 5 Oktober 2015 bertempat di Denpasar, Bali. Adapun tema yang di usung untuk peringatan tahun ini pastilah yang berkaitan dengan isu habitat yang sedang ramai diperbincangkan, yaitu mengenai Public Spaces for All atau  “Ruang Publik Kota untuk Semua”.

Berbicara tentang tema HHD tahun ini yaitu tentang ruang publik pastilah kebanyakan dari kita menilai bahwa ruang publik yang ada di Indonesia masih sangat jauh dari kata sempurna, entah itu dari segi tempat, pelayanan, fasilitas, akses dan lain sebagainya. Bukan tanpa alasan, sebenarnya ruang publik di Indonesia ini sangat banyak di setiap kota seperti Masjid Agung, alun-alun, taman kota dan lain-lainnya dan semuanya itu gratis alias tanpa dipungut biaya apapun dan itu semua disediakan oleh pemerintah hanya saja terkadang pemerintah lupa untuk melakukan perawatan secara berkala hingga pada akhirnya kebanyakan dari fasilitas di ruang publik tersebut terkesan terabaikan atau kurang terawat. Ditambah lagi dengan perilaku pengguna fasilitas di ruang publik yang kurang dapat menjaga keindahan ruang publik tersebut, seperti membuang sampah sembarangan, kencing sembarangan dan merokok. Hingga pada akhirnya tidak banyak lagi masyarakat yang mau berkunjung atau sekedar berkumpul di ruang publik.

Keluhan-keluhan pun terkadang bermunculan ketika para pengguna fasilitas public merasakan sedikit ketidak-nyamanan saat berada di ruang public, tak jarang banyak sekali dari kita yang mencaci sembari menikmati, bukankah akan jauh lebih baik ketika mengeluh tentang banyaknya sampah berserakan di ruang public di barengi dengan kesadaran kita untuk membuang sampah pada tempatnya. Menikmati sekaligus menjaga.

Ada satu pembelajaran yang saya dapatkan ketika saya menjadi ‘anak desa’ di Kabupaten Sukabumi yang berkenaan dengan ruang public, jujur saja saya tidak tahu jenis ruang public apa saja yang dimiliki oleh Kabupaten Sukabumi karena wilayah ini sangat luas mungkin ada ruang public yang disediakan oleh pemerintah tapi (mungkin) berada di pusat kabupaten Sukabumi yaitu Pelabuhan Ratu yang jaraknya sangat jauh. Ketika ingin menikmati ruang public seperti Masjid Agung, alun-alun, ataupun taman kota saya harus pergi ke wilayah Kota Sukabumi yang jaraknya sekitar 14 KM dari tempat tinggal saya. Karena jarak tempuhnya cukup jauh dan ongkos naik angkutan umum pun cukup mahal, saya dan teman-teman tak pernah kehabisan akal. Kami tidak pernah menikmati fasilitas public seperti arena skateboard, lapangan basket, apalagi taman jomblo, jalanan ketika kami bersepedahan pun terkadang masih berbatu  dan  tidak banyak jalan yang beraspal. Dengan keterbatasan yang terkadang kamipun menginginkan  fasilitas-fasilitas ruang public yang ada di perkotaan bisa hadir di pedesaan, kami menjadi sosok petualang. Kami menjadikan kebun pohon pinus laiknya seperti taman kota, padang rumput ilalang kami bersihkan untuk dijadikan lapangan sepak bola. Ketika ingin bermain basket kami buat sendiri keranjang bola basket dari anyaman bamboo, bahkan ketika kami ingin pergi rekreasi maka kami akan eksplore semua keindahan alam yang ada di sekitar rumah kami yang seringnya kami dibuat takjub dengan pandangan di depan mata yang begitu indah, luas dan berwarna.

Ruang public tak selamanya berbentuk ruang public yang konon pembangunannya harus oleh pemerintah, justru ruang public adalah tempat yang diinginkan, dibuat dan dipakai oleh public.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun