Mohon tunggu...
Rekha Mahardika
Rekha Mahardika Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku! Bila sampai waktuku kumau semua orang kan memelukku, begtu juga kau...!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Jadi Guru Membosankan, Bermusiklah di Kelas!

19 Desember 2011   03:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:05 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi (Georgi Lozanof).

Pada suatu hari penulis hendak mengajari siswa mengenai parafrase puisi. Setelah mengamati lingkungan belajar yang mulai tidak kondusif, penulis memutuskan untuk meminta seluruh siswa mendiskusikan dan menuliskan di papan tulis lirik lagu populer yang berpesan positif. Setelah selesai ditulis, penulis kemudian meminta seluruh siswa untuk menyanyikan lagu tersebut dengan diiringi gitar oleh seorang siswa. Suasana yang awalnya tidak kondusif menjadi hangat. Siswa menjadi bergairah lagi. Materi parafrase pun dilanjutkan dengan objek utamanya bukan puisi, melainkan lirik lagu.

Bernyanyi dan bermusik merupakan aktivitas yang menggabungkan otak bagian kiri dan kanan secara bersamaan. Pada otak ada yang disebut dengan Korpus Kalosum. Korpus kalosum ini merupakan “jembatan emas” yang menjadi penghubung antara kedua belahan otak. Agar kedua belahan otak bekerja secara serasi, seimbang, dan harmonis maka korpus kolosum ini harus senantiasa diaktifkan. Bernyanyi, mendengarkan musik, atau  melukis dapat mengaktifkan jembatan emas ini. Sehingga otak kiri dan kanan dapat bekerja secara seimbang (Suparman, 2010).

Musik berpengaruh pada anak didik. Sebagai seorang pendidik (pendidik dalam arti luas), kita dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental anak didik, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu anak didik bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. “Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Di samping itu, kebanyakan anak didik memang mencintai musik Darmansyah (2010).

Sepengetahuan penulis, musik banyak digunakan dalam beragam  metode belajar. Salah satu contohnya adalah Metode Sugestopedia yang menggunakan musik klasik untuk menyugesti anak didik agar rileks, nyaman, sehingga mampu mengoptimalkan kegiatan belajarnya. Kuantum Learning adalah metode lainnya yang menggunakan musik, bedanya anak didik dibebaskan untuk memililih musik yang disukainya. Kedua metode tersebut memberikan fakta ilmiah bahwa musik sekurang-kurangnya bermanfaat untuk menata suasana hati dan meningkatkan hasil belajar yang diinginkan.

Kemudian ada pula yang disebut “Efek Mozart”. Dr. Frances H. Raucher, peneliti dari Universitas California di Irvine menemukan bahwa siswa yang mendengarkan musik Mozart tampak lebih mudah menyimpan informasi dan memperoleh nilai tes yang lebih tinggi. Mendengarkan musik sejenis itu (musik piano Mozart/klasik/instrumen) bisa merangsang jalur saraf yang penting untuk kognisi.

Seorang peneliti lain mengungkapkan fakta ihwal korelasi antara musik dengan pertumbuhan tumbuhan. Hasilnya, pertumbuhan tumbuhan yang diiringi musik, khususnya musik klasik akan tumbuh subur dan sehat dibandingkan tumbuhan yang tumbuh diiringi musik “keras” yang kemudian menjadi layu dan tidak sehat.

Meski secara ilmiah musik telah diakui mampu mengoptimalkan kegiatan belajar, namun secara bijak pendidik harus mampu memilih dan memilah. Baik untuk jenis musik yang akan didengarkan maupun pesan yang terkandung dalam liriknya. Jangan sampai pendidik memilih lagu dengan tema “hamil duluan” yang sangat meresahkan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun