Filipina Selatan juga menjadi wilayah termiskin di negara tersebut, dengan tingkat pendidikan penduduknya yang termasuk terendah.
Telah lama isu kesenjangan sosial ekonomi antara Mindanao dengan wilayah lain seperti Luzon dan Visayas menjadi masalah yang tak terselesaikan oleh Pemerintahnya.Â
Hal ini juga menjadi faktor penyebab kelompok insurjen, kelompok separatis dan kelompok teroris begitu mudah merekrut anggota/pendukung dengan memanfaatkan ujaran kebencian terhadap Pemerintah yang berkuasa maupun negara-negara yang dinilai tidak sejalan dengan ideologi radikalisme.
Perlu dicatat bahwa peristiwa Marawi terjadi hanya setahun setelah ISIS melakukan rekrutmen besar-besaran di Filipina Selatan melalui video online.
Video yang disebar melalui platform facebook pada tahun 2016 itu berisi ajakan kepada para militan yang tidak bisa pergi di Irak dan Suriah untuk berjuang demi kekhalifahan Islam agar melakukan perjuangan di wilayahnya/daerahnya.Â
Peristiwa Marawi juga terjadi setelah sebulan sebelumnya kelompok teroris Maute Group menyatakan berafiliasi dengan ISIS. Adapun kelompok radikal lainnya di Filipina yang berafiliasi dengan ISIS yaitu ASG, BIFF, Ansar el-Khalifah Philippines (AKP).
Kondisi Filipina Selatan yang rawan konflik merupakan ladang subur bagi masuknya dan berkembangnya ideologi radikal ISIS di negara tersebut. Konflik horisontal, baik berupa insurjensi, separatisme, maupun kekerasan karena isu SARA, ibarat luka yang menganga.Â
Apabila tidak ditangani dan dikelola dengan baik oleh Pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat, maka radikalisme/terorisme dapat dengan mudah masuk (menginfiltrasi) dan berkembang di dalamnya.Â
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Disclaimer:
* Penulis adalah ASN (2008 - 2018) yg pernah bertugas menangani isu keamanan internasional (penanggulangan terorisme) dan bertugas di Fungsi Politik KBRI Manila