Sejumlah 177 WNI calon jemaah haji ditangkap oleh petugas imigrasi Ninoy Aquino International Airport, Filipina pada tanggal 18 Agustus 2016 ketika hendak melakukan perjalanan dari Filipina ke Arab Saudi dengan menggunakan paspor Filipina. Alasan penangkapan adalah kepemilikan secara tidak sah atas paspor Filipina (illegal possession of Filipino passport), yang secara teknis dibuktikan saat pemeriksaan oleh petugas imigrasi. Mereka tidak dapat berbicara Bahasa Tagalog maupun Bahasa Visayas dan tidak dapat menjawab pertanyaan siapa nama Presiden Filipina guna membuktikan apakah mereka warga negara Filipina yang berhak memiliki paspor Filipina.
Setelah mendata dan memastikan bahwa semuanya merupakan WNI, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila mengambil langkah-langkah dalam memberikan perlindungan WNI di luar negeri, diantaranya dengan melakukan negosiasi dengan Pemerintah Filipina dan memberikan jaminan sehingga mereka dapat dipindahkan dari rumah tahanan ke KBRI yang dinilai lebih layak.Â
Perlu dicatat bahwa atas kerja sama yang baik dengan Pemerintah Filipina, maka 168 WNI telah diperbolehkan untuk dipulangkan ke Indonesia pada tanggal 4 September 2016, sementara 9 WNI lainnya tetap di Filipina untuk dimintai keterangan/kesaksian guna kelanjutan proses investigasi. Dengan peristiwa tersebut, mereka batal berangkat haji tahun ini. Yang lebih parah lagi, selain telah kehilangan puluhan hingga ratusan juta rupiah, mereka juga telah ditangkap dan sempat ditahan oleh Pemerintah Filipina.
Tak ada yang mengharapkan peristiwa tersebut terjadi. Kasus ini bukan hanya menjadi perhatian bagi Pemerintah RI dan publik di Indonesia, namun juga bagi Pemerintah Filipina. Isu ini juga dibahas dalam pertemuan bilateral antara Presiden Filipina, Rodrigo R. Duterte, dengan Presiden RI, Joko Widodo, dalam kunjungan ke Jakarta tanggal 9 September 2016 yang lalu.Â
Sementara Pemerintah kedua negara membahas kerja sama teknis dan langkah lebih lanjut guna mencegah kasus ini terjadi lagi di masa mendatang, penting bagi masyarakat untuk juga mengambil peran dalam upaya pencegahan tersebut dengan memahami pengetahuan dasar terkait keberangkatan haji dengan memakai kuota haji negara lain.
Tentang Bepergian ke Luar Negeri
Mengingat sebagian besar calon jemaah haji di Indonesia belum pernah ke luar negeri sebelumnya, rasanya kurang tepat jika mengasumsikan semua WNI yang akan berangkat haji memahami pengetahuan dasar tentang bepergian ke luar negeri, seperti kegunaan paspor dan visa.
Untuk bepergian ke luar negeri, setiap WNI wajib memiliki paspor, yaitu dokumen yang mengijinkan WNI keluar dari wilayah NKRI, yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI (Kantor Imigrasi, Kemenkumham). Sementara itu, untuk memasuki negara lain, WNI memerlukan visa, yaitu dokumen yang mengijinkan WNI memasuki wilayah negara lain untuk tujuan tertentu, yang dikeluarkan oleh Pemerintah negara yang dituju (Kedutaan Besar di negara setempat).Â
Terdapat berbagai jenis visa yang dikeluarkan suatu negara sesuai dengan tujuan WNI memasuki negara tersebut, antara lain visa turis/berkunjung, visa belajar, visa penugasan bagi diplomat, visa haji, dll. Untuk beribadah haji misalnya, WNI harus memperoleh visa haji, yang di tiap-tiap negara dibatasi jumlahnya oleh Pemerintah Arab Saudi (terdapat kuota setiap tahunnya). Jika melanggar ketentuan ini, misalnya menggunakan visa turis untuk beribadah haji, bekerja, atau tujuan lainnya yang tidak semestinya, maka WNI telah melanggar aturan keimigrasian dan dapat dikenakan sanksi oleh Pemerintah Arab Saudi.
Saat berada di luar negeri, paspor berfungsi sebagai identitas yang menunjukkan kewarganegaraan Indonesia. Perlu dicatat bahwa KTP, KK, SIM nasional, Ijazah, dll bukan merupakan identitas yang secara internasional dapat diterima sebagai identitas pribadi saat berada di luar negeri. Maka dari itu, saat di luar negeri, paspor harus dimiliki dan dijaga oleh setiap WNI. WNI yang menyerahkan paspor Indonesia dan kemudian memakai paspor negara lain, secara hukum dapat dianggap telah kehilangan kewarganegaraannya, mengingat Indonesia tidak menganut sistem dwi-kewarganegaraan. Yang juga perlu diketahui oleh setiap WNI yang ke luar negeri, pelanggaran kewarganegaraan dapat dikenakan sanksi berat.
Apakah memungkinkan keberangkatan haji dengan kuota negara lain tanpa melanggar hukum?