Mohon tunggu...
Rejang Musi Agastya
Rejang Musi Agastya Mohon Tunggu... Mahasiswa - energy security

we can't change the pass, so focus on making a great future

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Penggunaan EBT dalam Mendukung Ketahanan Energi

17 Agustus 2022   17:48 Diperbarui: 17 Agustus 2022   18:04 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 turut
bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025. Potensi EBT yang dimiliki Indonesia mencapai sebesar 443.208 MW, tetapi pemnafaatannya hingga saat ini masih rendah yaitu sebesar 1,9% atau setara dengan 8215,5 MW. (EBTKE, 2021)

Potensi bauran energi nasional pada tahun 2021, porsi minyak bumi dalam bauran energi primer nasional sekitar 31,2% dan 19,3% gas bumi. Sedangkan, 38% bauran energi primer nasional masih didominasi batubara dan untuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hanya sebesar 11,5%.

Proyeksi yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2050 ialah gas bumi akan meningkat menjadi 24%, minyak bumi menurun menjadi 20%, batu bara juga diproyeksikan turun menjadi 25% pada tahun 2050. Sementara EBT diproyeksikan akan meningkat menjadi 31%. Indonesia masih memerlukan upaya yang sangat konkrit dan terencana untuk mencapai target Bauran Energi Baru Terbarukan pada porsi 23% di tahun 2025 mendatang. (ESDM, 2021)

Biomassa merupakan salah satu jenis EBT yang dapat mendorong percepatan transisi energi nasional. Energi tersebut memiliki peran yang strategis bagi Indonesia. Dimana, wilayah Indonesia sendiri sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau yang tersebar diberbagai wilayah dengan kondisi geografis yang banyak menghasilkan sumber daya hayati dari alamnya.

Kebijakan dan strategi pemerintah untuk pengelolaan dan pemanfaatan biomassa sudah terlaksana namun masih rendah dibandingkan dengan energi lain, sehingga masih banyak diantara program-program tersebut yang masih memiliki masalah pada sisi kebijakan, dana, biaya dan sisi lain yang perlu dievaluasi. Padahal seperti yang diketahui bahwa Indonesia adalah penghasil biomassa terbesar salah satunya kelapa sawit.

Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit per tahun 2021, mencapai 15,08 juta hectare. Bias dikatakan bahwa jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 1,5% dari tahun sebelumnya. Dari 15,08 juta ha tersebut, sebanyak 8,42 juta ha atau 55,8% lahan dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), 6,08 juta ha atau 40,34% dimiliki oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan 579,6 ribu ha atau 3,84% dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara (PBN). Adapun perkebunan kelapa sawit ini tersebar di 26 provinsi di Indonesia, dan salah satu yang terbesar terletak pada Provinsi Riau yaitu sebanyak 2,89 juta ha atau 19,16% pada tahun 2021.

Minyak sawit adalah salah satu industri minyak nabati terkemuka di dunia, dengan pangsa pasar sekitar 33%, tetapi menyumbang sekitar 6% dari total luas industri minyak nabati. Diperkirakan sekitar 5 juta ton minyak sawit digunakan setiap tahun di negara ini untuk produksi biofuel. Oleh karena itu, kelapa sawit berperan penting dalam menjaga ketahanan energi nasional.

Dengan segala potensi yang dimiliki oleh kelapa sawit, maka sudah seharusnya Indonesia mampu memanfaatkannya untuk bahan bakar nabati dan mampu menopang target bauran energi dari sektor EBT lebih dari yang sudah di tetapkan. Karena dari beberapa aspek ketahanan energi seperti seperi 4A+1S meliputi Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability, dan Sustainability sudah terpenuhi dengan adanya potensi dari kelapa sawit tersebut.

Namun, belum adanya dukungan kebijakan yang jelas dan masalah utama yang akan dihadapi merupakan sebuah kompetisi, alokasi lahan maupun penggunaan produk biomassa untuk keperluan energi, bahan pangan, dan pakanan ternak. Maka diperlukan kebijakan yang optimal untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Implementasi dan arah kebijakan dari ESDM diharapkan dapat segera di laksanakan, dengan adanya berbagai program, dan semakin berkembangnya zaman.  Diperlukan inovasi dan evaluasi secara berkala untuk menunjang kelancaran pengelolaan dan pemanfaatan biomassa terkhusus biofuel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun