Mohon tunggu...
Reizy Bulu
Reizy Bulu Mohon Tunggu... -

Buah Hati Lama, menyukai prosa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepatu

15 Juni 2014   01:13 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tujuh tahun sudah, Diana dan Deck tak lagi memakai kita, tapi kita masih diperlakukan dengan baik dan istimewa, kita diletakan diruangan keluarga menyaksikan Deck dan Diana berbahagia. Diana mengurus Lakeisha, mencuci baju sambil bernyanyi, senyumnya masih secantik dulu, ia membereskan rumah, membenarkan tata letak foto yang miring, mengganti bunga yang layu, memasak banyak makanan walau sering kali kita mencium bau hangus dari arah dapur. Sementara Deck seperti biasa selalu pulang saat petang, Deck kerap membawakan coklat untuk Lakeisha dan itu membuat Diana mengomel, “Sayannggg! Kau mau merusak gigi bidadari kecil ku ??” Sebuah hari selalu diakhiri dengan Deck yang mengangkat Lakeisha yang tertidur. Kemudian ia kembali ke ruangan ini memeluk Diana lalu menciumnya dan menggendongnya ke dalam kamar.




Cahaya Putih...

Hari itu Diana sakit, tubuhnya panas, kita mengetahuinya dari pertanyaan Lakeisha kecil kepada Deck. “Why mom so hot dad?”  “Mama baik-baik saja darl,” Balas Deck seraya tersenyum kepada Lakeisha. Bulan demi bulan berlalu sakit Diana yang telah hilang kembali kambuh. Hari demi hari berikutnya dilalui Diana terbaring lemah di tempat tidur. Kau bahkan menggenggam tanganku kuat ketika sesekali melihat Diana terkulai lemas saat pintu kamarnya terbuka cukup lebar, kau berbisik lirih, “Tubuh Diana penuh selang...”

Suatu malam ketika Jum’at dini hari. Kita terbangun ketika melihat cahaya putih yang begitu menyilaukan turun keruangan Diana kemudian kembali lagi keatas dan pagi harinya semua orang menangis, sejak hari itu kita tak pernah lagi melihat Diana dan senyum cantiknya.

Tak lama setelah hilangnya Diana yang tak pernah kita tau kemana perginya. Deck mulai berubah, ia tak lagi pergi kegereja, ia menenggak banyak alkohol, Lakeisha kemudian ia titipkan ke pada ibu Diana. Deck selalu menangis di jam yang sama ketika dia memeluk Diana kemudian menggendongnya ke dalam kamar. Kita hanya bisa bersedih lirih melihat apa yang dilakukan Deck.

Deck tersenyum di depan kita, ia kemudian menangis sambil terus tersenyum, kita melihat jelas begitu banyak kerutan di wajah Deck, rambutnya memutih, berdirinya tak lagi kokoh dan kuat. Dan itu adalah hari terakhir kita melihat Deck. Cahaya putih yang sama persis yang menghampiri Diana dimalam terakhir kita melihatnya, datang dan kali ini menghampiri Deck yang sedang tertidur pulas di sofa dihadapan kita. Sejak cahaya itu muncul tangis kembali mengelegar dan Deck tak pernah terlihat lagi sejak itu.



Kita Si Perekam Jejak...

Seorang laki-laki tampan sedang duduk didepan sofa, ia memandangi kita sedari ia pertama kali duduk di sofa itu. Sejurus kemudian rasa penasarannya membuatnya menghampiri kita. Ia kemudia membaca dengan pelan tulisan dilapisan dinding etalase yang membungkus kita ; "Selamat Tanggal Tujuh Dari Buncit Untuk Nona Langsing." Tiba-tiba Lakeisha datang. Ketahuilah Lakeisha tumbuh menjadi anak yang cantik, pintar dan begitu memukau, senyumnya secantik senyuman Diana.

“Hey sedang apa kau Riel ?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun