Petang ini matahari bulat pulang redup kedalam laut
Kemarin terhenyak akan kalimat ; Menyerah kepadaMu
Menyeruak pemikiran mengapa marah ini kecewa ini
seperti Adzan yang dikumandangkan di dalam laut ditengah gerombolan penyamun
Lupa mungkin, atau memang pencarian, akar dan tujuannya
Aku masih ingat hujan di pagi hari, sementara langit nampak cerah ketika ku simpulkan tali sepatuku. Hujan itu ku sebut hujan Mu. Banyak toko-toko, bersimpuh penjualnya memanggil dengan semangat sengat matahari pagi. Tapi tak ada kehendakku untuk menghentikan langkah kaki di antara bangunan itu, malah terhenti kaki ini di depan sebuah toko buku.
Sepi tokonya, tapi rapi, tidak berbau tidak jua berkutu, kaca depannya pun bisa untuk melihat diri sendiri. Tengah asik melihat diri sendiri, Engkau menyuruh mataku berhenti pada satu titik letak buku. Berjudul: Mengapa Aku Jalanku. Tertegun, melihat saja lama mataku, kepalaku kaku, hatiku berkehendak. Lantas ku bawa pulang lah buku itu. Rapi terselip dalam susunan buku-buku ku, tak ku baca hampir tiga bulan lamanya. Kemudian disuatu malam ketika lelah dunia hampir terhenti dalam remang lampu kamar. Ku baca buku itu. Aku iba, kasihan pada diri sendiri. Ku selipkan buku itu entah dimana kini.
Hari ini ketika hujan Mu tak lagi ku ingat. Kau tontonkan aku kisah perjalanan tentang kemarahan dan kekecewaan hati. Sumpah serapah kutukan 13 mantra. Doa-doa yang terlanjur mengancam, terlalu berkendak atas dasar hawa nafsu. Kemudian hari ini pula kau berikan aku penawaran kembali di dalam kepalaku, terus seperti ini, atau menyerah kepadaMu di jalanMu.
7 Oktober 2014
Petang ini matahari bulat pulang redup kedalam laut
Menyeruak pemikiran mengapa marah ini kecewa ini
seperti Adzan yang dikumandangkan di dalam laut ditengah gerombolan penyamun
Memang pencarian, akar dan tujuannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H