Integritas jadi hal omong kosong di dpr saat ini, terbukti, pilihan ketua jatuh pada orang yang penuh dugaan korup, bukan penuh prestasi, belum lagi jajaran pemimpin dpr yang sanga terlalu bisa terlihat, adalah seperti kerbau yang diberangus oleh setir parpol tanpa punya prinsip demokrasi yang memihak rakyat, kalau pun ada prinsip itu prinsip orang tertentu.
Dikuasainya pimpinan DPR oleh koalisi bendera, mengisyaratkan kita akan kembali pada perpolitikan sebelum reformasi. Â saya bertanya-tanya, kenapa kita harus kembali ke pola-pola orde baru yang sudah jelas-jelas merusak bangsa? Â 30 tahun Suhartio jadi diktator yang membuat bangsa kita memiliki akar korupsi tidak terhingga. moment 98 seperti moment bernafas lega, namun kenapa masih ada orang yang menganggap orba lebih enak? bangsa ini sedang dibuai racun saat itu, dan racun itu mematikan. Â integritas tidak ada! orang jadi budak uang! usulan kembali pada pola-orba tidak lain tidak bukan usulan orang-orang produk orba sendiri! semua bisa lihat hal ini! jadi kenapa kita harus kembali ke orba? (oh iya, saya tidak sedang bertanya, tapi memberi statement)
Mahatma Gandhi berkata demikian tentang integritas:
"Ada tujuh hal yang akan menghancurkan kita: Kekayaan tanpa kerja; Kenikmatan tanpa nurani; Pengetahuan tanpa karakter; Agama tanpa pengorbanan; Politik tanpa prinsip; Ilmu tanpa kemanusiaan; Bisnis tanpa etika."
Dan coba nilai sendiri, bukankah tujuh hal itu, hampir Semua ada di dpr kita, apa yang akan terjadi jika kita dipimpin oleh orang-orang yang demikian? Saya tidak yakin semua anggota DPR mengerti arti integritas.  mungkin kalau tahu saja ya bisa, tapi untuk mengerti saya tidak yakin.  inner dan outer mereka dipenuhi dengan bagi-bagi kuasa, berapa persen keuntungan proyek-proyek tertentu, naik mobil baru, balik modal kampanye, selingkuh sana sini ketika rapat di luar kota, jalan-jalan ke luar negeri sementara study banding, tipu kwitansi sana-sini. Namun, ajaib! ketika di wawancara media, semua jadi pakar integritas.  apa artinya kalau integritas hanya ucapan belaka? ya Omong Kosong!
seorang politics theorist Hannah Arendt berkata,"Kekuasaan diaktualisasikan hanya ketika kata dan perbuatan tidak berpisah."
Celakanya, kekuasaan para penguasa ini justru teraktualisasi ketika kata dan perbuatan mereka terpisah sangat jauh. Sang koruptor bisa berkoar-koar tentang integritas sementara dia sedang menggerak-gerakkan ekor kerakusan miliknya. Â Yang akhirnya membuat saya bertanya-tanya, apakah semua yang terjadi ini menunjukkan bangsa kita sebenarnya tidak siap untuk menegakkan integritas? Integritas selalu jadi omong kosong karena pemimpin-pemimpin saja tidak mengerti tentangnya.
Saya selalu percaya Integritas akan berbuahkan kebaikan, karena itulah kemanusiaan kita.  sejujurnya dari lubuk hati kita, kita rindu kebenaran kebaikan dan keadilan yang terintegrasi dari perkataan dan perbuatan yang seimbang.  Namun seperti yang dikatakan Grenville Klesier: "Anda sudah tahu konsekuensi di dunia jika Anda dikenal sebagai pria yang berintegritas."  integritas ada konsekuensinya.  tidak semua orang bisa menerima bahkan dunia menolaknya.  lihat saja, Jokowi dipersulit, Ahok mau dijegal, anggota Parpol yang tidak sejalan diberi sanksi.  PNS-PNS, Polisi-polisi yang menegakkan kebenaran di buang ke daerah-daerah terpencil.  mengapa kita memusuhi integritas? mengapa?
Rupanya masih perjuangan panjang. Â integritas butuh perjuangan. Â kita semua bergumul dalam hal ini, namun ketika kesempatan mengerjakan integritas terbuka lebar, jangan diam. Â jangan jadikan integritas menjadi omong kosong. Â Saya percaya dari ratusan anggota DPR ada yang memiliki hati nurani bersih, kepada mereka saya menitipkan kerinduan saya bagi bangsa ini.
Lima tahun ke depan bisa panjang bisa pendek, banyak yang bisa terjadi, ataupun sedikit yang bisa dilakukan dalam membangun demokrasi bangsa. Â namun Integritas adalah kunci yang terus harus dipakai para pemimpin sebagai wakil rakyat.
"Dalam segala hal menjaga integritas, kejujuran dan kesadaranmu sendiri akan meringankan kerja keras bisnis, melunakkan kekerasan ambisi dan kekecewaan, dan kami memberi engkau suatu keyakinan yang rendah hati di hadapan Tuhan" - Anonim