14 Maret 2013tidak ada yang istimewa dengan tanggal itu. Seperti biasa, di awal pagi bergegas naik angkutan umum. Tapi, hari ini berangkat lebih pagi. Mungkin ini juga akibat sehabis subuh tak tidur lagi. Biasanya aku terlena di angkot. Melihat yang berlalu lalang dan berpikir setengah matang. Tentang rutinitas hidup yang dilalui orang-orang sepertiku, sepertimu,dan sepertinya. Apakah mereka tidak bosan? Tidakkah ingin berganti menjadi yang lain? Atau mengubah suasana baru. Dalam hidup, pilihan itu banyak. Banyak jika kita mau cari tahu, tak sekadar cari tahu tapi melaluinya itu.Tapi sepertinya sulit. Entah kenapa dan entah mengapa, yang dijalani sepertinya begitu saja. Bisahkah aku punya kisah yang berbeda? Jelas sudah hanya saja kadang aku sendiri tak sadar.Lamunanku buyar, angkutanku berhenti mendadak. Sepertinya sang supir menyenggolkan mobilnya terhadap sesuatu. Nabrak!Bukan benda yang disenggol, ia bernyawa bahwa sama seperti aku. Perempuan, berjilbab, tersungkur di depan. Seketika semua penumpang termasuk aku berhambur. Seolah aku juga merasa bersalah. Takut-takut hayalanku menulari sang supir sehingga ia tidak konsentrasi dalam menyetir. Ah, sudahlah.Gadis yang tersenggol ujung angkot terduduk. Sudah banyak yang menolong. Sang supir masih punya peduli. Ia turun dan mencoba mendekati gadis tersebut. kini ia tengah dikerumun warga. Sang gadis terdiam tak berbicara ketika sang supir menanyakan keadaannya. Gadis itu tergeleng sambil terpaksa menarik senyum.Syukurlah kalau tidak apa-apa. Baru saja aku membatin seketika gadis itu menangis. Kami semua terheran,mungkin ada beberapa bagian tubuhnya yang sakit. Tapi, aku sama sekali tidak melihatnya. Mungkin tangisan itu tangisan kaget. Tapi semuanya terbantahkan."Kenapa nggak nabrak saya aja, Pak?" Tangisnya semakin pecah, pertanyaannya membuat kami semua bertanya tanpa lega." Saya sengaja mau bunuh diri. Saya malu udah gak bisa sekolah" ujarnya terisak. Isak yang semakin jadi. Sang Bapak supir serupa berekspresi kaget, sama seperti kami pendengar semua. Alasannya apa?" Tabrak saya aja Pak, saya malu. Spp saya nunggak. Saya kasiahan sama Ibu. Nyuruh saya sekolah tapi saya nggak pinter." Ujarnya tersengal. Beberapa ibu yang seerjalanan angkot denganku mengucapkan istigfar. Aku hanya mendesah perlahan. Kenapa gadis ini berpikir bahwa kematian yang akan menjadi penyelamatnya.Sang pak supir tak kuasa menahan amarah, entah ditunjukkan untuk siapa. Amarahnya menular ke semua, termasuk padaku. Terlebih ketika dia ucapkan kalimat yang membuat hatiku tercuat."Ini pemerintah matanya buta, hatinya batu. Rakyatnya sampai mau bunuh diri gara-gara nggak bisa bayar sekolah.padahal yang mewajibkan menempuh pendidikan mereka, korupsi nggak mati-mati, malah rakyatnya sampai nekat bunuh diri!"Deg... aku ikut merutuki pemimpin negeri yang aku sendiri pun tak tahu siapa yang harus kurutuki. Hatiku ikut tersayat. Ini imbas nyata yang kusasikan di saat pagi. Dan aku telah membaginya padamu di malam ini.Ada kisah hari ini. Kisah 10 menit lewat yang bagiku layak kubagi bersamamu.Semoga Allah senantiasa memberi perlindungan, kekuatan hati dan pikiran, kesabaran dan kesemuanya yang baik untuk semua ciptaanNya, terutama ciptaannya di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke bahkan sampai Pulau RotePemerintah, bukalah kedua mata dan hatimu, barang sejenak saja.tulisan ini pernah saya publish di blog pribadi duniarengganis.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H