Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Surat Sejarah kepada Administrator Kolonial Indonesia

24 September 2019   20:32 Diperbarui: 26 September 2019   21:38 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dalam Aksi Massa 24 September 2019 (Dokumentasi Gracia Wynne Sutedja, 2019)

Sejak beberapa hari belakangan, mahasiswa dari sebagian besar universitas di Indonesia menyatakan sikap protes terhadap rancangan peraturan-peraturan baru yang hendak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah. Tulisan ini tidak akan membahas satu demi satu pokok protes itu. 

Namun, secara garis besar, protes mahasiswa berkaitan dengan tiga rencana aturan yang ingin diwujudkan sebagai undang-undang, yaitu mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Lembaga Pemasyarakatan. Ketiga kebijakan itu, sedikitnya, dinilai tidak memihak kepentingan masyarakat umum dan akan menguntungkan pihak-pihak yang melawan hukum akal sehat.

Untuk menyambut aksi mahasiswa tersebut, saya perlu menyampaikan sudut pandang sejarah dalam kasus ini. Semakin diperhatikan, golongan penguasa di Indonesia sesungguhnya sama sekali tidak ingin menyelam ke dalam sejarah untuk mencari jawaban atas permasalahan kekinian. 

Dengan bercermin dari kenyataan masa kolonial Hindia Belanda, seseorang seharusnya sudah memahami bahwa rancangan undang-undang KUHP merupakan keputusan yang lebih ketinggalan zaman dibandingkan kebijakan kolonial tahun 1931. 

Pada akhir tahun 1931, Hindia Belanda masuk ke dalam suatu episode sejarah yang menunjukkan pola pemerintahan konservatif. Gubernur Jenderal Jhr. B. C. de Jonge diangkat untuk menggantikan era para gubernur jenderal sebelumnya yang merupakan kaum etis.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge, Hindia Belanda meningkatkan fungsi Politieke Inlichtingen Dienst atau Dinas Intelejen Politik untuk membungkam, bila bukan membabat habis, pergerakan nasional. 

Dekade awal 1930 juga diwarnai dengan kontrol ketat di segala bidang. Siapa saja yang menghina simbol-simbol kolonial Belanda akan berakhir di Boven Digoel. Namun demikian, kebijakan ini bahkan lebih humanis dibandingkan rancangan undang-undang KUHP. Kebijakan hukuman pembuangan tetap lebih manusiawi dibandingkan hukuman mati.

Selain itu, pelajaran lain yang sangat penting untuk dipandang pada masa akhir kolonial ini adalah fungsi dewan perwakilan yang lebih baik dibandingkan masa kini, setidaknya secara moral. 

"Bercermin dari kenyataan masa kolonial Hindia Belanda, seseorang seharusnya sudah memahami bahwa rancangan undang-undang KUHP merupakan keputusan yang lebih ketinggalan zaman dibandingkan kebijakan kolonial tahun 1931."

Dewan representatif Volksraad yang difungsikan pada 1918 memang tidak berfungsi secara penuh sebagai dewan perwakilan. Fungsinya sebagai dewan baru ditingkatkan pada tahun 1925 sebagai dewan yang didengar nasihatnya oleh gubernur jenderal Hindia Belanda. 

Namun demikian, gagasan yang diajukan para wakil rakyat di dalam Volksraad tidak mengkhianati kepentingan masyarakat bumiputra. Berbeda dengan itu, DPR yang kini berfungsi penuh sebagai lembaga legislatif justru melenceng dari kaidah hukum akal sehat yang dijunjung oleh rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun