Saya tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa KPK salah dan Atut benar. Tidak. Sampai kapanpun saya akan beranggapan bahwa korupsi itu salah tidak ada yang benar. Saya hanya akan mengajukan beberapa pertanyaan besar mengenai jalannya proses kasus Atut. Tanpa tendensi membela, saya akan melihat dengan objektif.
1. Mengapa kasus Atut begitu Ngebut
Kasus Atut mulai bergulir pada akhir tahun 2013, dengan ditangkapnya Hakim MK Akil Mochtar dan Adik Atut yaitu Tb. Chaeri Wardhana. Tapi perkembangan kasus ini sangat cepat. Mengapa saya bilang demikian? Dalam waktu 2 minggu setelah Atut dinyatakan sebagai saksi, Atut langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Suap dan langsung ditahan dalam tahanan KPK di Rutan Pondok Bambu. Ini sangat cepat jika dibandingkan dengan kasus Hambalang, Century, SKK Migas, dan Kasus PON Riau. Padahal secara nilai, tidak sebesar Hambalang, Century, SKK Migas, dan PON Riau. Apakah hal ini memakai logika "selesaikan yang mudah dulu". Saya yakin dan semoga tidak menggunakan logika tersebut. Saya rasa dikarenakan kasus Hambalang, Century, dan SKK Migas menyenggol partai penguasa dan keluarga penguasa. Lalu kasus PON Riau mungkin karena tidak seksi di media. Apakah seperti itu?
2. Pengacara Atut Diperiksa KPK
Mungkin ini adalah fenomena baru dalam hukum yang dilakukan oleh KPK. Jujur saya baru dengar (ralat kalau ada yang punya info sejenis) kalau kuasa hukum dicurigai menjadi pihak yang mempengaruhi saksi. Mungkin hal ini dikarenakan ketika pemeriksaan terhadap para saksi tidak mendapatkan bukti pendukung untuk kasus Atut. Jika benar ternyata tidak mendapatkan bukti dari saksi ada tiga kemungkinan. Pertama, saksi memang tidak tahu menahu. Kedua, saksi dipengaruhi pihak pro Atut. Ketiga, Atut memang tidak melakukan dugaan-dugaan yang dituduhkan oleh KPK.
3. Kasus Alat Kesehatan Banten, Atut Langsung Disorot
Ada kejanggalan logika (ralat jika logika saya salah), Atut dituduh menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam kasus Pengadaan Alat Kesehatan di Banten dan bukan Dinas Kesehatan Banten yang menjadi orang yang diduga pertama. Berbeda dengan kasus Pengadaan Bus Transjakarta dimana Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjadi orang yang diduga bermain dalam tender Bus Transjakarta, dan bukan Jokowi/Ahok yang menjadi dugaan. Padahal kasusnya sama yaitu penyelewengan inventaris Provinsi yang dilakukan oleh salah satu dinas. Tapi mengapa target KPKnya berbeda. Kalau di Banten langsung ke Gubernurnya, kalau di Jakarta langsung ke Kepala Dinasnya.
Semoga saja 3 kejanggalan tersebut ada jawabannya selama proses hukum ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H