Mohon tunggu...
Rein Suadamara
Rein Suadamara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suksesi Ibu bagi Anaknya by:Dr. Ing. Rein Suadamara, S. Kom., M.Si

20 April 2015   02:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang ibu adalah contoh yang paling dekat bagi anaknya. Oleh karena itulah maka seorang ibu yang berhasil akan menjadi motivasi  bagi anaknya untuk berhasil pula. Sehingga tidak salah jika banyak orang  yang berpendapat bahwa keberhasilan yang diperolehnya bukan karena dirinya sendiri, melainkan adalah keberhasilan ibunya, tentu saja bersama ayahnya. Akan tetapi dalam situasi ini, yang akan disorot adalah keberhasilan ibunya, karena akan menyambut peringatan Hari Kartini pada bulan April tahun ini. Keberhasilan perempuan Indonesia secara umum.

Banyak dan sering kita melihat di layar televisi, para artis yang “mengorbitkan” anaknya menjadi artis pula, sehingga apa yang telah dirintis para artis tersebut dapat dilanjutkan oleh anaknya selaku generasi penerus. Hal ini banyak sekali terjadi bagi para artis, mungkin karena memang sangat luas kesempatan bagi media massa untuk mempublikasikan hal ini. Karena artis atau public figure sangat dekat dengan pemberitaan dalam media massa. Tapi di luar artis atau diluar public figure, meskipun banyak yang berhasil, akan tetapi  masih sangat jarang kita melihat dan mendengar suksesi dari seorang ibu kepada anaknya dari kalangan diluar hal itu. Padahal mungkin juga banyak para ibu yang telah sukses, sedangkan  anaknya mengikuti pula dengan otomatis, karena termotivasi oleh ibunya, yang tentu saja agak sedikit berbeda dengan para artis, karena para artis  yang lebih sering  meng-orbit kan anak-anaknya ketimbang memberikan motivasi pada anaknya.  Memang betul hal ini terjadi karena para orang tua diluar lingkup ke artis-an atau public figure tak punya banyak kesempatan untuk meng-ekspos selayaknya yang dilakukan para artis dan public figure.

Dalam kaitan tersebut, sudah selayaknya dikemukakan disini bahwa bukan hanya profesi artis saja yang perlu di ekpos seluas-luasnya mengenai suksesi ibu dan anak, akan tetapi   dalam menyambut  era globalisasi saat ini, maka  masalah pendidikan sudah saatnya  menjadi perhatian kita semua bangsa Indonesia. Karena dengan meningkatnya pendidikan seseorang warga negara Indonesia,  tentunya akan lebih mudah bagi bangsa Indonesia dalam memasuki persaingan bebas dalam era globalisasi, dan biasanya negara-negara maju mengukur tingkat pendidikan sebagai suatu kemajuan bangsa, karena pendidikan memiliki ukuran yang pasti, oleh sebab itu maka peningkatan pendidikan akan secara otomatis akan meningkatkan kualitas seseorang, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia tentunya.

Pada kesempatan ini akan saya usulkan untuk ditampilkan ibu saya yang adalah seorang ibu yang telah berhasil mencapai pendidikan Doktor (S3) dari USA dengan saya sebagai anaknya yang telah berhasil pula mencapai pendidikan Doctor (S3) dari Jerman. Kiranya hal ini mendapat kesempatan bagi kami untuk memberikan motivasi pula bagi para ibu dengan anak-anaknya dalam meningkatkan pendidikan. Meraih pendidikan setinggi mungkin, demi kemajuan bangsa dan negara.

Program Doctoral dari Negara USA dan Jerman

Ibu saya adalah seorang single parent yang telah ditinggal selamanya oleh ayah saya tercinta, karena meninggal dunia.  Pada saat itu ibu saya baru menikah selama 5 tahun, dan memiliki satu orang anak, yaitu saya sendiri yang pada saat itu baru berusia 3,5 tahun, masih sebagai seorang anak kecil yang manis. Sekolah pun belum saya rasakan. Saat itu ibu saya adalah seorang sarjana lulusan dari Universitas Padjajdjaran Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Hubungan Internasional dan bekerja pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kedua orang tua saya adalah alumni Unpad. Disaat ayah saya meninggal pada tahun 1984 pada bulan Juni, saya belum bersekolah. Menurut cerita ibu saya, sebulan kemudian, saya didaftarkan pada playgroup Regency. Disitulah awal saya mengenal pendidikan.

Dengan meninggalnya ayah saya, secara otomatis ibu saya yang mengambil alih semua tugas-tugas ayah. Sebagai single parent, ibu selalu memberikan perhatian dua kali lipat pada saya. Tahun 1987, ibu mendapat kesempatan melanjutkan studi di University of Pittsburgh, USA untuk mengambil program Master. Tentu saja saya dibawa serta, karena menurut ibu, saya adalah “buntut” nya yang akan selalu mengikuti kemana saja beliau pergi. Disana saya juga study sebagai murid grade 2 pada Elementary School, dan kami kembali ke Indonesia setelah ibu mendapatkan gelar Masternya dibidang Public Administration (MPA). Saat itu saya juga sudah menamatkan pendidikan Grade 2 dan Grade 3. Kembalilah kami ke Indonesia dan melanjutkan tugas sehari-hari. Ibu kembali bekerja di BKKBN dan saya sekolah di SDN Polisi IV Bogor, dan saya memulai pendidikan kelas 4 disana. Untungnya perpindahan ini tidak menghambat pendidikan saya. Jadi kelas 2 dan 3 di Pittsburgh, dan kelas 4 kembali study di Indonesia, sampai tamat SD kelas 6.

Ketika saya duduk dibangku kelas 7 atau satu SMP di SMPN II Bogor saat kenaikan kelas, kembali ibu saya mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan untuk program Doctor (S3) nya, dan kembali beliau memasuki  University of Pittsburgh, USA. Tapi kali ini ibu saya melanjutkan pendidikan S3 pada School of Education, mengambil jurusan Administrative and Policy Studies. Saya tentu ikut kembali ke USA, meneruskan pendidikan disana pada grade 8 di Gladstone Junior High School. Di Pittsburgh, pendidikan dasarnya hanya 5 tahun, sehingga saat saya masuk pada grade 8 berarti saya sudah menduduki kelas akhir Junior High School, sehingga pada grade 9 artinya saya sudah memasuki dunia Senior High School. Saya melanjutkan pendidikan SMA disana mulai grade 9 sd grade 12. Akan tetapi karena ibu saya hanya mempunyai waktu 4 tahun study doctor disana, sehingga yang seharusnya 4 tahun SMA disana harus dapat saya selesaikan dalam waktu 3 tahun.Dengan dasar itu akhirnya saya mengambil pendidikan grade 11 selama 6 bulan dan grade 12 selama 6 bulan, artinya saya study tanpa waktu istirahat bermain, karena pada saat bermain saya gunakan untuk study, hal ini tentu saja telah saya diskusikan dengan guru saya disana, mereka memaklumi dan memberikan izin pada saya, asalkan saya dapat mengikuti pendidikan dengan baik. Karena saat itu saya masuk dalam kelompok International Bacaulareate (IB), suatu kelompok yang khusus bagi anak-anak yang memiliki IQ tinggi. Akhirnya saya lulus SMA setelah menempuh pendidikan 3 tahun yang seharusnya di USA adalah 4 tahun. Bersamaan dengan kelulusan saya sebagaimana teman-teman lainnya saya mendaftar ke beberapa university di Amerika, dan salah satunya saya diterima di University of  San Fransisco di San Fransisco, USA.  Sementara itu ibu saya juga telah mendaftarkan saya untuk melanjutkan study di Institut Pertanian Bogor, Indonesia pada fakultas MIPA, dan saya diterima disana sebagai calon mahasiswa bebas testing.

Seiring ibu saya menamatkan pendidikan doctor nya dari University of Pittsburgh, USA dan mendapatkan gelar Ph.D nya, atau lengkap namanya adalah Dra. Ratnasari Azahari, MPA., Ph.D kami kembali ke Indonesia, ibu saya melanjutkan karirnya di BKKBN, sementara saya melanjutkan pendidikan S1 di MIPA, IPB. Setelah menempuh pendidikan selama kurang lebih 4 tahun, akhirnya saya berhasil meraih gelar S1 dibidang Ilmu Komputer, saat itu usia saya baru 20 tahun. Sejalan menyelesaikan pendidikan, kegiatan tetap saya laksanakan, selain bekerja pada perusahaan minyak Gulf, saya juga adalah penyiar radio FM 2 di RRI Bogor. Setelah bekerja selama 2 tahun, saya melamar pendidikan S2 di IPB, Program Master pada Ilmu Komputer, dan saya lulus tepat waktu. Seiring dengan hal tsb, saya juga melamar untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, dan saya diterima di Departemen Pertanian, dan saya mulai karir saya sebagai PNS disana. Rupanya jodoh saya dipertemukan Tuhan di Departemen Pertanian, dan kami menikah tahun 2007, suami saya adalah Oloan Manalu, SH., MH. dimana pada saat itu saya melamar untuk program doctor di negara Jerman, dan saya berhasil mendapatkan bea siswa dari pemerintah Jerman DAAD. Hanya 3 minggu setelah menikah, kami berangkat ke Jerman. Dengan kehendak Tuhan, kami dapat memulai hidup baru di Jerman sekaligus honey moon disana.

Saya study di Universität Duisburg Essen, Fakultas Electro Jurusan Komputer, dan suami saya  sibuk dengan berbagai kursus pula disana. Tahun 2008 anak pertama kami lahir di Duisburg, dan kami beri nama Bryan Merkel Manalu, atau kami memanggilnya Olrey, bahkan ibu saya atau oma nya memanggil Jerman, untuk mengingatkan tempat kelahiran cucunya.  Yang ternyata semakin besar dan berkembang, Bryan lebih banyak mengambil sifat orang-orang Jerman, bahkan makanannya pun banyak yang lebih berbau western,  makan durian bahkan mencium baunya pun Bryan tak suka.

Pada akhir tahun 2011, saya berhasil menyelesaikan study S3 saya dan mendapatkan gelar Dr. Ing, dari Jerman, sehingga lengkap nama saya adalah Dr.- Ing. Rein Suadamara, S. Kom., M.Si. Jadilah saya seperti ibu saya mencapai gelar Doktor (S3), kami sama-sama perempuan Indonesia yang berhasil menamatkan pendidikan akademi tertinggi selaku doktor dari dua negara besar di dunia, ibu saya dari USA dan saya sendiri alumnus negara Jerman. Dengan demikian maka kami telah membuktikan pada Indonesia bahwa perempuan Indonesia mampu untuk mencapai gelar doktor, bahkan dari dua negara maju di dunia. Setelah kembali ke Indonesia, saya dianugerahi Tuhan anak yang kedua, kami beri nama Ferdinand Fortunaza Manalu. Saat ini saya meneruskan pekerjaan selaku PNS di Kementerian Pertanian RI. Karena saya ingin membaktikan diri demi bangsa dan negara RI.



Telah diuraikan diatas, bahwa pendidikan hendaknya dapat menjadi upaya dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itulah tulisan ini saya buat agar dapat menjadi motivasi bagi generasi penerus bangsa untuk selalu meningkatkan pendidikan agar supaya Indonesia dapat menjadi negara besar kembali, seperti yang dikatakan presiden Soekarno agar Indonesia menjadi Macan Asia kembali.

Saya dan ibu saya telah membuktikan bahwa orang Indonesia mampu mencapai pendidikan akademi tertinggi, menjadi doctor (S3), bahkan kami berdua dapat menempuh dan mencapai pendidikan doktor dari dua negara maju di dunia, dari USA dan Jerman. Saya bisa menjadi suksesi ibu saya untuk menjadi doktor. Oleh sebab itu, maka hendaknya seluruh rakyat Indonesia menjadikan hal ini juga sebagai rujukan, dalam bidang apapun, yang penting meningkatkan pendidikan. Bukankah agama Islam mengatakan bahwa “…akan Ku tinggikan derajat mu jika kau berilmu..” dan tentunya agama lain pun demikian pula. Semoga hal ini dapat menjadi motivasi bagi generasi penerus untuk selalu berfikir positive menaikkan pendidikan bangsa Indonesia. Semoga dan semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun