Mohon tunggu...
Rein Renaldi
Rein Renaldi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengurai Persoalan Kasus Pajak BCA

8 Mei 2015   17:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:15 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Menkeu di atas dijabarkan lebih lanjut dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No SE-08/PJ.42/1999. Isinya menyatakan penghapusan piutang macet pada bank harus dibebankan terlebih dahulu pada perkiraan cadangan piutang macet. Jika cadangan tersebut tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian, jumlah cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Jika jumlah cadangan tersebut tidak cukup, kekurangannya diperhitungakan sebagai biaya (pengahpusan piutang macet).

Pemeriksa menilai cadangan piutang macet yang dibentuk tahun 1998 tidak seluruhnya dipakai untuk menutupi kerugian. Untuk itu, biaya tahun 1998 Rp5,59 triliun dan Rp31,48 miliar harus diakui sebagai penghasilan di 1999. Untuk koreksi Rp149,64 miliar, pemeriksa menganggap bahwa penghapusan piutang tak tertagih BCA tidak memenuhi persyaratan formal. Alasannya, nama debitur, dan jumlah piutang tak tertagih tidak diserahkan kepda Pengadilan Negeri atau BUPLN, melainkan BPPN.

Pada 1999, BCA jalankan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkeu No 117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tertanggal 26 Maret 1999. Berdasarkan SKP ini, BCA menjadi Bank Take Over (BTO) sehingga harus direkapitulasi. Selain itu, segala hak dan wewenang doreksi, komisaris, dan pemegang saham termasuk RUPS BCA juga beralih ke BPPN.

Total aset yang dialihkan BCA ke BPPN, termasuk jaminannya, adalah Rp5,77 triliun. Pengalihan ini mengacu pada Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600 dengan nilai transaksi sebesar Rp10 juta. BCA anggap transaksi dengan BPPN ini sebagai pengalihan cessie (jual beli piutang). BCA rujuk ketentuan cessie ini pada Pasal 613 ayat (1) KUH Perdata.

Dengan skema cessie, BCA tidak lagi mencatat piutang macetnya di laporan keuangannya. Selain itu, kerugian pengalihan aset dengan skema cessie tersebut sudah dioffset dengan biaya cadangan piutang tak tertagih pada tahun 1998 senilai Rp5,59 triliun dan Rp31,48 miliar. Pada tahun 1999, kerugian pengalihan hak cessie sebesar Rp149,64 miliar juga sudah dibebankan sebagai pengurang di dalam menghitung PPh Badan.

Proses keberatan

BCA lalu mengajukan surat keberatan tanggal 17 Juni 2003 dan diterima DJP pada 19 Juni 2003. Sesuai aturan, DJP punya waktu 12 bulan untuk proses keberatan sampai 18 Juni 2004. Tim penelaah keberatan DJP awalnya tetap mempertahankan ketiga koreksi yang menjadi sengketa. Tim justru menambah satu koreksi lagi terkait laba program rekapitalisasi senilai Rp10,75 triliun. DJP menilai, BCA menerima laba dari program rekapitalisasi sehingga jadi objek PPh.

Untuk perkuat alasan keberatan, BCA sampaikan data tambahan bahwa BPPN selaku pengambil alih piutang macet BCA berhasil melakukan penagihan piutang macet senilai Rp3,29 triliun. Data ini disampaikan menjelang akhir batas waktu proses keberatan. Kata BCA, hasil penagihan tersebut menjadi hak BPPN. Jika BCA menghapus piutang macet dan berhasil melakuan penagihan Rp3,29 triliun, otomatis penghasilan tersebut menjadi hak BCA. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi karena ada cessie.

Setelah membaca konsep risalah keberatan, Dirjen Pajak menerbitkan Nota Dinas (ND) No ND-192/PJ/204 tanggal 17 Juni 2004, satu hari sebelum jatuh tempo keberatan BCA. Di ND tersebut, Hadi Poernomo menyatakan, “Mengingat persyaratan rekapitalisasi begitu ketat sehingga bank BTO yang direkapitalisasi tidak bisa mendaparkan laba program rejapitalisasi, maka koreksi semula agar didrop.” Koreksi semula mencakup ketiga koreksi saat pemeriksaan dan menjadi objek sengketa pajak keberatan. Satu koreksi lagi merupakan laba program rekapitalisasi yang diusulkan Diektur PPh.

Akhirnya, DJP menerbitkan SK Keberatan No KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004. SK Keberatan itu menyatakan ‘Mengabulkan Seluruh Permohonan Keberatan Wajib Pajak alias kabulkan keinginan BCA.’

Terlihat jelas bagaimana duduk persoalan kasus pajak BCA. Dirut BCA menyatakan ada perbedaan pendapat. Penulis melihat bahwa argumentasi BCA cukup kuat. Pengalihan piutang dengan skema cessie tak dapat dianalogikan sebagai penghapusan piutang macet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun