Mohon tunggu...
rein falah
rein falah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ekonomi syariah

STEIbinamudabandung

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bertahan Namun Sudah Rapuh

13 Februari 2022   08:23 Diperbarui: 13 Februari 2022   08:25 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hariku sudah tidak berwarna kembali seperti kosong tidak ada penghuni, segalanya hilang tidak berarah kembali hancur seakan di terpa bencana besar hati ini tidak bisa merasakan kembali apa rasanya sakit, kecewa, marah, bahagia, seakan segalanya telah hilang, melihat dunia seperti tidak ada ada  bergairah dan semangat itu sudah hilang seutuhnya, setiap hari hanya bermain peran kehidupan entah sampai kapan segalanya terasa begitu indah,

 aku tertawa lepas tapi hati tidak  merasakan bahagia  otak dan hati sudah tidak seirama tidak satu paham. seakan dua kubu yang saling menolak, dalam sebuah lamunan yang sangat panjang muncul sebuah ambisi yang tidak bisa diartikan oleh rasa yang seakan segalanya  itu bukan jalan terbaik namun logika selalu memaksa untuk kembali bertindak, bukan tentang rasa tapi tentang pakta dan tindakan kehidupan , satu ambisi yang membuat tubuh ini masih bisa tegak berdiri dan bertahan hanya seorang yang telah melahirkan dan memiliki tawa yang menjadi obat akan segala kesakitan dalam kehidupan, aku tidak bisa jauh darinya atau meninggalkannya dia penyemangat hidup paling besarku, 

aku lelah tapi ketika pulang dan melihat tawanya, bahagia yang dia pancarkan seakan segala lelah, kecewa, hilang seketika aku selalu meminta pada Tuhan jangan pernah ambil dia dari hidupku, aku rapuh tapi dia yang kuatkanku aku dihantam badai dia yang melindungi dengan sekerasnya hanya untuk melindungi putri kecilnya, Tuhan aku tahu aku selalu meminta dia untuk selalu temani hari hariku karna tidak ada dia aku sudah runtuh, walau terkadang aku selalu egois padanya tapi rasa sayang untuknya tidak bisa aku ungkapkan setiap aku melangkah teringat padanya tujuan pulangku hanya padanya melihat senyum bahagia yang dia berikan, 

aku bukanlah orang yang sempurna untuk menjadi yang terbaik untuknya tapi aku selalu menjadikan dia tujuan utamaku dia pengobat dari rasa sakitku, seketika aku peluk dia rasa yang tidak bisa aku terjemahkan oleh logikaku sendiri rasa yang sangat besar dan tidak pernah aku rasakan sebelumnya, pintanya sangat sederhana hanya ingin melihat putri kecilnya bahagia. Aku tahu setiap doanya dia menangis dia tahu puri kecilnya memikul beban yang sangat besar tapi dia tidak pernah sekalipun memperlihatkan sedihnya di depanku dia rumah paling terbaik saat aku pulang setelah melawan bagai yang sangat besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun