Dalam acara peluncuran buku Bule Hunter : Kisah Para Perempuan Pemburu Bule ( Money, Sex and Love ) yang diselenggarakan pada hari ini Rabu, 10 September 2014 di daerah Kemang, Jakarta, sang penulis buku Elisabeth Oktofani dipastikan akan membeberkan rahasia-rahasia buah pemikirannya tentang dunia wanita Indonesia yang dibumbui dengan nada kontroversial.
Mengapa seorang penulis buku harus menggunakan istilah yang ‘ngeri-ngeri sedap’ dan berpotensi menciptakan opini pro dan kontra di mata publik ? Salah satu jawabannya sederhana : strategi marketing, of course ! Se-lihai apapun strategi yang diterapkan, kenyataan-nya judul buku tersebut sudah menuai kritik dan caci maki. Lihat saja seorang ibu rumah tangga berkomentar, “Tak menarik. Jangankan membeli buku-nya, membaca beritanya aja, ogah ! “. Berita yang dimaksud adalah informasi via media online yang memuat kabar keberadaan buku tersebut. Di kolom Kompasiana, salah satu Kompasianer aktif, Mbak Ifani bahkan mengungkapkan ketidaksukaan-nya melalui opini Buku Dodol dan Vulgar : Salah Kaprah Lelaki Bule dan Lelaki Indonesia
Topik buku tentang uang, seks dan cinta adalah topik kekal sepanjang masa. Pasang surutnya penerbitan buku yang menyinggung tentang hal itu termasuk kapan waktu yang tepat untuk melakukan ‘booming’ dan mendongkrak angka penjualan masih menjadi issue hangat di antara kalangan internal penerbit buku. Persiapan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan. Layaknya hubungan menara mercusuar dengan sebuah kapal. Sebuah sinyal adalah harapan. Sebuah sinyal menjadi tanda kehadiran. Sinyal sudah diberikan dari sejak awal.
Bukan bermaksud untuk memberikan propaganda tentang baik atau buruknya buku ini. Sebagai seorang pembaca, tahu sama tahu-lah sebelum memutuskan untuk membeli dan menikmati karya bacaan yang disajikan dalam sebuah buku, ada ‘sesuatu’ yang menarik perhatian pembaca untuk menggali ‘harta pemikiran’ yang terkandung dalam setiap lembar halaman sebuah buku. Bagi yang berhalangan hadir dalam undangan acara peluncuran atau masih penasaran ada apa dengan buku ini, yuk simak kicauan-kicauan tentang buku ini yang sudah di-publish beberapa bulan sebelumnya via akun Twitter @thebulehunter dengan hastag bulehunter :
“Jujur kami2 yg berkulit cokelat dan rambutnya hitam ini malah justru susah kalau mau cari pacar cowok Indonesia."
"Cowok2 Indo sudah kemakan propaganda media yg dmn standar perempuan cantik harus berambut lurus dan berkulit putih."
"Salah jk kami tertarik dengan bule yang mencintai & menghargai kami ketika laki2 Indo menganggap kami bertampang babu?"
"I was only looking for Mr Right. Who could guess THE Mr. Right turn out to be a white guy alias bule?"
“Bule2 di Indonesia banyak yg di negara asalnya kerja jadi tukang ledeng, tukang kebun, kuli bangunan, sopir truk atau kasir.”
“Apakah yang namanya 'Barat' selalu identik dengan kata 'keren’? Apakah 'Indonesia' melulu 'kuno'?”
“Pantas mereka bisa petantang-petenteng terlihat seperti 'orang kaya' di Indonesia. Apakah mereka tajir? Belum tentu”
“Bule2 pekerja kasar itu sangat diuntungkan oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dll yg cukup rendah”
"Mereka menuduh saya matre karena menikah dengan pria bule. Padahal saya hanya menginginkan cinta dan kebahagiaan."
"Kami pun saling memberi saran supaya jangan terlalu main hati sama bule. Bahaya soalnya."
"Salah jk kami tertarik dengan bule yang mencintai & menghargai kami sementara laki2 Indo menganggap kami bertampang babu?"
sumber ilustrasi : disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H