Mohon tunggu...
Michael Timothy
Michael Timothy Mohon Tunggu... Akuntan - Writer, worker, reader, accountant

Writer, worker, reader, accountant

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kisah MOS dan OSPEK

3 Agustus 2015   23:06 Diperbarui: 3 Agustus 2015   23:06 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kami pun kemudian melanjutkan kegiatan kami berupa semacam seminar. Setelah itu kami diperbolehkan untuk ke kamar tidur. Sesampainya di kamar tidur, kami terkejut melihat bahwa kami harus tidur di papan kayu yang menjadi penyangga ranjang. Papan tersebut bahkan tidak ditutupi dengan kain, sehingga selimut yang kami punya harus kami gunakan untuk menutupi kayu tersebut. Tentunya hal tersebut sangat menyiksa, mengingat cuaca di lokasi yang cukup dingin di malam hari. Anda bisa membayangkan barak tentara pun tidak hanya beralaskan kayu!

Pada malam hari ketika kami tidur, tiba-tiba kami dibangunkan untuk kegiatan malam hari. Kami pun harus lari dengan napas yang sesak di udara yang dingin. Sebagian dari kami bahkan tidak memakai jaket ataupun pakaian tebal lainnya, dan hanya mengenakan pakaian tidur saja yang tentunya tipis. Kami diminta untuk duduk kembali diteras yang sama seperti siang hari, perbedaannya saat ini dingin. Kami duduk menunggu hingga kelompok kami dipanggil satu per satu. Pada akhirnya saya harus menunggu sekitar 45 menit dengan duduk diteras yang dingin, dengan hanya mengenakan jaket, sandal, dan celana pendek.

Bersyukur

 

Cerita di atas hanya sebagian dari banyak kisah yang ingin saya ungkapkan. Saya sendiri cukup senang bahwa kini pemerintah mulai memperhatikan dunia pendidikan lebih seksama. Saya pun ingin berterima kasih atas perhatian dan usaha Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Anies Baswedan.

Saya mendukung langkah bapak untuk menuntaskan tindakan bullying berkedok MOS ataupun OSPEK. Karena sampai saat ini, saya kadang masih merasa gugup dan kesal jika mengingat kejadian tersebut. Memori akan teriakan sang kakak kelas di SMA dan senior di universitas masih saya ingat dengan jelas dan cukup membuat saya tertekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun