Teori modernisasi menjelaskan tentang proses transformasi dari masyarakat tradisional atau terbelakang ke masyarakat modern. Modernisasi merupakan proses perubahan terhadap sistem ekonomi, sosial dan politik yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-17 sampai ke-19 yang kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Perubahan tersebut juga terjadi di Amerika Selatan, Asia dan Afrika pada abad ke-19 dan ke-20. Teori modernisasi fokus pada cara masyarakat pramodern menjadi modern melalui proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur sosial, politik dan budaya. Masyarakat modern adalah masyarakat industri. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan untuk memodernkan masyarakat adalah dengan industrialisasi.
Terdapat tiga pemikir klasik teori modernisasi untuk menggambarkan bagaimana seorang sosiolog, ekonom dan ahli politik menguji persoalan pembangunan di Negara Dunia Ketiga.
- Menurut Neil Smelser, modernisasi akan selalu melibatkan konsep diferensiasi struktural. Dengan adanya proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.
- Walt Whitman Rostow menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, persiapan tinggal landas, tinggal landas, menuju kematangan dan konsumsi massa. Namun, masalah yang dihadapi Negara Dunia Ketiga adalah bagaimana memperoleh sumber daya yang diperlukan, khususnya sumber daya modal untuk mencapai tingkat investasi produktif yang tinggi. Menurut Rostow, masalah dana investasi dapat diselesikan dengan beberapa cara, yaitu pemindahan sumber dana secara radikal atau melalui berbagai kebijakan pajak, investasi yang berasal dari lembaga-lembaga keuangan, perdagangan internasional dan investasi langsung modal asing.
- Menurut James S. Coleman, modernisasi politik merujuk pada proses diferensiasi struktur politik dan sekularisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan. Terdapat tiga hal pokok yang dinyatakan oleh Coleman, yaitu diferensiasi politik dapat dikatakan sebagai salah satu kecenderungan sejarah perkembangan sistem politik modern, prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern serta usaha pembangunan politik yang berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik.
ANALISIS TEORI MODERNISASI DALAM WABAH COVID-19
Coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit krusial yang kini menjadi menjadi masalah dan ancaman global. Betapa tidak, pada awalnya pendemi ini hanya berpusat di negara Cina tepatnya di Wuhan namun kini telah menyebar di berbagai penjuru dunia. Banyak negara telah menaruh kewaspadaan terhadap kehadiran virus ini. Negara-negara seperti Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Jepang, Iran, Brazil, Amerika telah disibukkan mengurusi virus berbahaya ini. Yang terbaru negara-negara maju seperti Italia, Inggris, Spanyol, Prancis telah menetapkan darurat nasional Corona dengan menerapkan lockdown, yaitu isolasi dengan menutup akses kota dan layanan-layanan publik.
Fenomena sosial yang dapat diamati dalam hal ini adalah bahwa virus sebenarnya telah menyebar dari satu negara ke negara lain. Ini telah menjadi masalah serius yang dihadapi semua negara. Seperti yang dikatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus corona adalah ancaman global paling berbahaya saat ini. Negara-negara perlu mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah lebih banyak korban.
Jika kita menafsirkan fenomena global yang sangat serius ini dari perspektif sosiologis, ancaman ini sebenarnya telah diprediksi oleh sosiolog dan teori postmodern. Sebut saja Anthony Giddens, Profesor Sosiologi Kontemporer. Dalam bukunya The Consequences of Modernity, Giddens mengajukan teori modernitas sebagai budaya risiko. Dengan meneliti hubungan dialektis antara perubahan institusional modern, ia percaya bahwa "modernitas adalah pedang bermata dua, dengan perkembangan positif dan negatif.
Menurut Giddens, risiko dan konsekuensi tinggi adalah ancaman masyarakat modern sebagai konsekuensi logis dari modernitas atau kemajuan mutakhir akibat globalisasi. Giddens menggambarkan modernitas sebagai sebuah lokomotif yang mengawal perubahan yaitu sebuah mesin yang berlari cepat dengan tenaga yang besar dan melaju tanpa kendali. Ia mengambil contoh “industrialisme” yang melibatkan sumber-sumber tenaga mati dan mesin untuk produktifitas umat manusia. Bagi Giddens, industrialisme tidak terbatas pada tempat kerja, tetapi ia berpengaruh pada kesatuan pengaturan lain seperti transportasi, komunikasi, dan kehidupan domestik. Giddens mendasarkan argumentasinya pada fenomena kehidupan masyarakat modern yang tidak lagi menjadikan jarak dan waktu sebagai masalah sebab hadirnya “modernitas” membuat “ruang menjadi terpecah dan mata rantai antara waktu dan ruang diputus”.
Bila kita hubungkan dengan fenomena merebaknya pendemi coronavirus, sesungguhnya teori Giddens ini sangat relevan untuk membaca kasus corona. Di abad ini, dengan datangnya modernitas, ruang semakin terkoyak dari tempat. Hubungan-hubungan dengan orang-orang dari berbagai negara luar menjadi semakin dimungkinkan. Seperti yang dikemukakan Giddens bahwa tempat telah menjadi semakin “fantasmogorik” yakni, “lokal-lokal dapat diterobos”. Proses modernitas memudahkan seseorang berjalan dan bergeser ke berbagai ruang (wilayah/negara) dengan sangat cepatnya.
Efek nyata yang bisa dilihat dari pendemi Coronavirus adalah Karena interaksi manusia, dia memecahkan tembok dan menjalin kontak dengan orang luar, jadi dia menembus wilayah itu dengan sangat cepat. Orang-orang bepergian untuk perjalanan, untuk bisnis tertentu, dan orang-orang membentuk aliansi global yang dipimpin oleh perkembangan transportasi. Namun, dengan wabah global penyakit coronavirus, globalisasi telah menyebabkan dunia kehilangan batas ukurannya.
Mobilitas manusia memang menjadi indikator utama. Setelah WHO mendeklarasikan keadaan darurat global untuk pandemi coronavirus manusia, negara-negara yang awalnya tidak mengambil tindakan perlindungan membatasi pergerakan orang, yang membawa konsekuensi bagi penyebaran atau penyebaran epidemi. Hal ini seolah membuktikan bahwa pernyataan Giddens benar, bahwa ia tidak akan lupa untuk mengingatkan bahwa perjalanan modernitas terkadang tidak selalu menyenangkan. Kami tidak dapat mengendalikannya sepenuhnya dengan aman karena medan yang dilaluinya penuh dengan risiko dan konsekuensi serius.