[caption id="attachment_1974" align="aligncenter" width="551" caption="aviation-history.com"][/caption] 21 Oktober 1944 Tujuh pesawat P-47 Thunderbolt meninggalkan Numfor, Papua, untuk misi penyerangan ke pulau Seram. Dalam perjalanan kembali ke pangkalan, mereka kehabisan bahan bakar. Salah satu pesawat yang bahan bakarnya lebih banyak daripada yang lain naik hingga ketinggian 13.000 kaki untuk mengontak pangkalan dan memberitahu posisi mereka. 6 pesawat lainnya turun menembus awan kemudian mendarat darurat di laut sekitar pulau Wai. Pesawat ketujuh kemudian menyusul nyungsep ke laut setelah berhasil mengirimkan koordinat lokasi terakhirnya. 22 Oktober 1944 Sebuah pesawat rescue dari Squadron OA-10 Catalina meninggalkan pangkalan untuk misi penyelamatan. Mas Pilot Letnan Satu George Barnes diutus untuk mencari 7 pilot P-47 yang kemungkinan masih terapung di sekitar perairan Waigeo. Dia menemukan Kapten O. S. Benner dan Letnan Satu K. J. Grapeau sedang main gaple di bawah pohon kelapa. Mereka berhasil berenang ke pantai setelah pesawatnya tenggelam. Setelah lepas landas lagi, mas Benner dan Grapeau melihat seorang pilot lain yang mengambang cantik dengan pelampungnya. Letnan Barnes turun lagi kemudian mengangkut Letnan R. W. Powell. 10 mil dari lokasi mas Powell, mereka menemukan Letnan Taylor yang saat diangkut ke pesawat terlihat gugup tapi bahagia banget. Dia shock gara-gara semalaman mengapung di laut, padahal dia tidak bisa berenang. Tentara kok 'ndak bisa renang. Dalam perjalanan kembali ke pangkalan, Letnan Barnes melihat 1 orang pilot lagi yang dadah-dadah dari bawah. Dia membalas dadah-dadah dari kokpit, tapi tidak bisa turun karena bahan bakarnya menipis. Si korban di-PHP. Setelah tiba di pangkalan, Letnan Barnes memberitahu posisi pilot yang di-PHP oleh dia tadi kepada pesawat pencari berikutnya. 3 korban berhasil ditemukan keesokan harinya. Alhamdulillah ya Allah, semuanya selamat. *** 28 Agustus 2013 Lima penyelam keren meninggalkan kampung Arborek, Raja Ampat, menuju pulau Wai untuk misi memotret wreck pesawat tempur. Pesawat yang kami cari adalah salah satu pesawat P-47 yang terbaring dengan posisi terbalik di kedalaman 27 - 36 meter. Saya deg-degan karena kami akan melakukan deco dive dan saya sudah dua kali punya pengalaman buruk dengannya. Flu berat, sendi-sendi linu, sakit pinggang, dan pusing berkepanjangan adalah efek yang muncul setiap kali saya melewati "no decompression limit". Waktu di Morotai saya bahkan diterapi oksigen selama 6 jam dan melewatkan hari terakhir penyelaman di tempat tidur gara-gara memotret wreck di kedalaman 45 meter. Tapi berhubung kesempatan langka menyelam di Raja Ampat tidak datang dua kali (kecuali bagi anggota keluarga Bakrie), saya nekat saja. Dan setelah Rudi, guide kami, berhasil menemukan posisi si pesawat, tombol deflate BCD pun dipencet. Pssssshhhh... Saya, Riyanni, om Pinneng, dan Mayang bergerak turun menuju tempat si Thunderbolt berada. Visibility yang lumayan bening saat itu membuat bayangan si pesawat terlihat dari kejauhan. Saya terus turun hingga akhirnya tiba di depan baling-balingnya. Saya terpukau. Kondisi pesawat ini masih utuh, kecuali landing gearnya yang sudah lenyap. Mungkin patah saat pendaratan darurat 69 tahun yang lalu atau diambil orang untuk dijadikan gelang besi putih. P-47 Thunderbolt adalah pesawat buatan Republic Aviation yang pertama kali diperkenalkan di tahun 1942. Pesawat ini bernilai $ 85.000 kala itu, dan diproduksi sebanyak 15.660 unit. Salah satu andalan Amerika saat perang dunia II ini dilengkapi dengan 4 senapan mesin kaliber 50 di setiap sayapnya dan mampu membawa bom seberat 1 ton! Selain itu, P-47 terkenal sebagai pesawat yang paling bandel dalam sejarah perang dunia. Dia sering pulang dari medan tempur dengan tubuh penuh lubang peluru plus sayap compang-camping dan tetap mendarat dengan santai. Letnan Chetwood, salah satu pilot P-47, pernah menabrak tiang baja ketika sedang memberondong sebuah kereta di Perancis. Salah satu sayapnya robek sepanjang 1 meter lebih, tapi Letnan Chetwood berhasil pulang dengan selamat ke pangkalannya di Inggris. Di bagian sayap, 4 laras senapan mesin M2 Browning berjejer rapi. Salah satunya sudah menjadi tempat tinggal ikan bernama Blacky. Yang menarik, pada senapan mesin ini biasanya ditempelkan kamera (gun cam) untuk merekam pertempuran udara setiap pesawat. Setiap kali peluru ditembakkan, kamera tersebut otomatis merekamnya. Tujuannya adalah demi mengetahui efektifitas taktik tempur yang digunakan. Di pesawat ini saya tidak menemukan kameranya, mungkin sudah diambil orang. Saya turun ke bagian ekor sambil melihat detail pesawat itu kali aja ada bagian yang belum ditumbuhi karang. Seekor ikan sweetlips memperhatikan dari balik sayap, mungkin dia tidak menyangka bisa melihat langsung Bucek Depp versi remaja sedang menyelam di depannya. Setelah mengambil gambar beberapa kali, saya bergerak naik menuju baling-baling pesawat lagi. 2 blade baling-baling ini patah, mungkin benturan ketika dia menyentuh dasar laut saat itu sangat keras. Bagian moncong pesawat juga tertekuk menengadah keatas. Sayang posisinya terbalik, kalo dia telungkup pasti lebih keren. Ascent time di divecomputer saya menunjukkan angka 18 menit, tanda bahwa saya harus segera naik dan melakukan deco stop sebelum persediaan udara di tabung saya habis. Akhirnya penyelaman harus diakhiri, dan saya yakin si sweetlips tadi sedih melihat Bucek Depp bergerak menjauh darinya. Menurut informasi yang saya dapat, di titik penyelaman ini sebenarnya ada 3 pesawat P-47. Yang pertama terletak di kedalaman 2 meter dengan kondisi hancur seperti otak Roy Sukro, yang kedua di kedalaman 27 meter, dan yang ketiga di 38 meter. Pesawat ketiga ini belum pernah ditemukan. Dan katanya, masih ada sekitar 10 pesawat yang tersebar di perairan pulau Wai. Tertarik mencari? Sumber tambahan: - pacificwrecks.com - wikipedia - divemag_indo - indonesiadivedirectory
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H