Tau gak efek samping dari adanya fasilitas city check-in? Counter check-in jadi sepi. Ngantrinya gak panjang lagi. Orang-orang pada check-in berjam-jam sebelum terbang. Dan gue akhirnya (lagi-lagi) kebagian tempat duduk paling belakang: 38F.
Duduk di seat paling belakang itu gak enak. Tetanggaan sama 2 biji WC, sandarannya gak bisa dimundurin, dan hanya dibatasi tirai dengan tempat ngerumpi para pramugari. Malam itu dalam penerbangan menuju Jakarta dari Manado, gue harus pasrah selama 3 jam lebih untuk duduk tegak tanpa bisa tidur seperti biasanya.
Setelah pesawat take off dan lampu sabuk pengaman mati, mulailah orang-orang berdiri di samping gue, ngantri mau ke WC. Bunyi flusher menggelegar hampir tiap menit, hingga perlahan orang yang kebelet pipis makin berkurang dan akhirnya gue bisa (mencoba) tidur dengan posisi duduk tegak ala siswa STPDN. Gagal.
Di balik tirai 3 orang pramugari mulai ngerumpi. Ngobrol dengan suara lumayan kencang, sesekali diselingi tawa renyah membahana, bukan buaian dan terpampang nyata. Gue gagal ngantuk. Bukannya ngantuk, gue malah terfokus secara tidak sengaja dengan pembicaraan mereka. Sepertinya forum curhat telah dimulai, dan bertindak sebagai narasumber adalah, kita sebut saja, Alpokat. Alpokat mulai berkisah tentang lika-liku percintaannya, dan tombol record di otak gue secara otomatis merekamnya...
Alpokat: "Kita batal nikah, akhirnya. Aku sedih banget sih waktu itu, tapi mau gimana lagi? Banyak yang gak cocok, dari hal kecil sampe hal besar."
2 pramugari lain, kita sebut saja Srikaya dan Melinjo, sepertinya fokus mendengarkan. Mereka belum menanggapi...
Alpokat: "Aku gak ngerti juga sih kenapa akhirnya kita putus, soalnya kita tuh gak pernah berantem yang gede. Berantemnya kecil-kecil, tapi sering. Ya ga sering-sering amat sih, paling seminggu 3 sampe 4 kali."
Yaelah itu mah sering mbak!
Srikaya: "Terus masalah gedenya apa? Yang bikin kalian akhirnya putus?"
Alpokat: "Aku tuh masih pengen kerja, masih pengen jalan kesana kemari. Belum pernah kesini, belum pernah kesitu. Sama dia disuruh resign, katanya ngapain jalan-jalan terus, gak bakal ada abisnya. Kalo udah mau berkeluarga ya artinya udah siap ngurus anak, ngurus keluarga, jadi ibu rumah tangga beneran. Gimana bisa ngurus keluarga kalo di rumah aja jarang?"
Melinjo: "Tapi kan itu kerjaanmu, masak harus resign sih? Emang dia gak suka jalan-jalan?"