Hari-hari ini, duskurus politik di Kecamatan Kota Komba dan Kota Komba Utara kian asyik, seru dan bernas. Orang-orang yang bermukim di kecamatan ini intens mendiskusikan tentang visi besar dari Bung Elvis Jehama-mantan senator jalanan yang siap menjadi senator parlemen.
Visi besar Bung Elvis Jehama adalah; "Merangkul orang miskin, melindungi orang terpinggirkan dan membangunkan orang yang apatis terhadap politik." Mantan senator jalanan itu siap mengedepankan visi kemanusiaan dalam kerja-kerja politiknya di senator parlemen. Visi kemanusiaan sudah menjadi political will dari seorang lelaki sederhana bernama Bung Elvis Jehama. Visi besar itu menjadi bargaining power dalam perjuangan politiknya di tahun 2024 mendatang.
Tidak keliru jika saya mengatakan bahwa visi besar itu menjadi 'pembeda' antara Bung Elvis Jehama dengan calon anggota legislatif yang lain. Tidak keliru jika saya mengatakan bahwa visi besar itu juga menjadi "sintesa"Â dari anggota legislatif yang sebelumnya. Bung Elvis Jehama lahir di tengah kejenuhan masyarakat Kota Komba dan Kota Komba Utara terhadap beberapa figur legislatif lama yang kurang peka, peduli serta kurang dekat dengan rakyat. Bung Elvis Jehama juga dinilai sebagai sosok orang muda yang sederhana, dekat dengan rakyat, peka, peduli dan siap mengedepankan kerja kemanusiaan seperti yang terkandung dalam visi besarnya itu.
Visi Besar Kemanusiaan
Setelah reformasi dilahirkan, kita mulai mengenal demokrasi yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil. Meskipun, perjalanan demokrasi kita belum stabil. Masih terdapat gangguan, ketegangan, ancaman dan lain sebagainya.Â
Tetapi, semua ancaman, gangguan dan lain-lain merupakan bagian dari proses pendewasaan berdemokrasi. Kita harus melihatnya dengan kepala yang dingin dan hati yang panjang sabar. Hingga sekarang ini, demokrasi sudah melahirkan banyak pemimpin bangsa yang luar biasa. Namun, tidak semua pemimpin yang lahir dari proses demokrasi mampu menjaga asa, merawat semangat, dan menegakkan nilai-nilai luhur demokrasi dan Pancasila.
Di banyak tempat, kita mendengar ada pemimpin terjerat kasus hukum karena melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme, jual beli jabatan, money politik dan lain sebagainya. Banyaknya pemimpin yang terjerat kasus korupsi, jual beli jabatan, money politik dan lainnya itu menjadi salah satu bukti bahwa demokrasi kita belum matang, demokrasi kita belum dewasa. Potret buram seperti itu sedang dipertontonkan kepada kita semua. Di dalam demokrasi yang belum matang, pemilih emosional lebih besar daripada pemilih rasional.
Demokrasi yang belum matang dan dewasa juga akan melahirkan tipe pemimpin yang tidak peka dan peduli terhadap kepentingan umum tetapi sebaliknya-menempatkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak.
Padahal, rakyat merupakan pemilik kedaulatan tertinggi dan sah. Rakyat yang memberikan legitimasi kepada pemimpin. Setiap pemimpin yang terpilih wajib mempertanggungjawabkan legitimasi yang diberikan oleh rakyat. Namun, kenyataan seringkali beberapa dengan ekspektasi. Realitas seringkali berbanding terbalik dengan harapan. Pemimpin yang terpilih seringkali mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin publik. Pemimpin terpilih lebih mewakili kepentingan pribadi, golongan dan kelompok tertentu. Pemimpin yang terpilih seringkali melakukan tindakan yang mencederai hati rakyat seperti korupsi, hedonisme dan lain-lain.
Selain karena pemimpin yang ada lahir dari proses demokrasi yang belum dewasa, menguapnya nasionalisme dari seorang pemimpin, budaya hedonis, dan lainnya sebagainya mampu memberikan efek negatif yang besar terhadap kerja-kerja politik seseorang. Lebih dari itu, banyaknya kepentingan yang tumpang tindih, praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang masih merajalela serta lingkaran oligarki yang kuat menjadi 'penyakit' yang dapat menghambat visi besar kemanusiaan seperti; "Merangkul orang miskin, melindungi orang terpinggirkan dan membangunkan orang yang apatis terhadap politik." Padahal, negara sudah mengamanatkan bahwa orang miskin dan terlantar dipelihara oleh negara.