Mohon tunggu...
Regita Zahira Purnadi
Regita Zahira Purnadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Study at Airlangga University '24

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bagaimana Kecerdasan Buatan Mengubah Dunia Pendidikan dan Keterampilan Manusia

30 Desember 2024   21:00 Diperbarui: 29 Desember 2024   12:24 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

     Teknologi merupakan salah satu bentuk nyata dari kemajuan dan peradaban manusia, yang membuat peradaban dan kegiatan menjadi lebih efisien serta lebih mudah bagi mereka. Manusia terus berupaya menciptakan sesuatu yang dapat mempermudah pekerjaan mereka, ini adalah pendorong utama kemajuan teknologi yang beragam dalam menciptakan alat-alat yang mendukung aktivitas manusia, bahkan memungkinkan penggunaan manusia untuk menyelesaikan tugas tertentu. Tetapi dengan banyaknya perkembangan teknologi seperti ini, pasti akan melahirkan kecanggihan teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehidupan manusia.

     Kecerdasan Buatan (AI) adalah bagian dari ilmu komputer yang berkonsentrasi pada penciptaan sistem komputer yang dapat menyelesaikan tugas-tugas yang umumnya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti pengenalan suara, pengenalan wajah, membaca bahasa alami, dan pengambilan keputusan. AI sendiri sudah banyak sekali bentuknya pada zaman sekarang ini yang dipergunakan untuk menunjang kehidupan manusia, contohnya itu seperti Perplexity, ChatGPT, Claude, dan lain sebagainya. Kecerdasan buatan telah menguasai berbagai aspek kehidupan manusia, terutama dalam sistem pendidikan. Banyak siswa yang sudah memanfaatkan AI untuk menyelesaikan pekerjaan rumah atau tugas sekolah mereka. Apabila AI digunakan sebagai referensi dan siswa itu sendiri yang mengembangkannya, tentu hal itu bukan masalah. Namun, sebagian besar siswa dan mahasiswa kini sangat bergantung pada AI, di mana mereka meminta AI untuk menyelesaikan tugas secara keseluruhan. Ini berarti mereka sudah tidak mengandalkan pemikiran kritis mereka dalam menyelesaikan setiap tugas atau dalam proses belajar di sekolah dan kampus.

     Jika kita melihat maraknya penggunaan AI ini justru membuat generasi sekarang sangat ketergantungan dan tidak bisa lagi menggunakan pemikiran atau kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Dapat kita lihat seperti adanya Meta AI yang muncul baru-baru ini pada fitur WhatsApp dan Instagram, memang dengan adanya fitur baru seperti ini tentu akan mempermudah, tetapi tujuan awal yang diharapkan dapat membantu justru membuat generasi sekarang semakin bodoh dan menyebabkan ketergantungan yang berlebihan, apalagi dengan adanya fitur Meta AI ini akan semakin membuat generasi sekarang semakin malas untuk berpikir, tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar bagi generasi kita sekarang yang semakin mengalami kemundaran terutama dalam sektor pendidikan.
Di sisi lain , terdapat kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan informasi. Dalam konteks di mana informasi menjadi semakin krusial, terdapat kemungkinan bahwa data pribadi mereka dapat disalahgunakan atau terkontaminasi. Bagaimana kita dapat memastikan bahwa informasi tersebut dapat terlindungi dengan baik dan hanya digunakan untuk keperluan pendidikan. Tentu saja, ini adalah pertanyaan yang harus dijawab dengan serius saat kita semakin mengintegrasikan teknologi AI ke dalam dunia pendidikan.

     Jika kita terus-terusan ketergantungan atau selalu mengandalkan AI maka lama-kelamaan kita akan kehilangan naluri kita untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah. Minimnya dorongan bagi individu untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau mencari solusi yang lebih mendalam adalah salah satu efek negatif teknologi AI yang cukup penting. Ketika kita memperoleh akses mudah ke AI yang mampu memberikan jawaban segera, terdapat risiko nyata bahwa kita sebagai individu akan terlalu bergantung pada teknologi ini, yang dapat berdampak serius pada kemampuan berpikir kita.

     Kemampuan berpikir kritis adalah keterampilan menilai informasi dengan cermat, menemukan argumentasi yang sah, dan mengambil keputusan yang didasarkan pada bukti-bukti yang kuat. Namun, saat kita bisa dengan mudah mengandalkan AI untuk memberikan jawaban cepat atau solusi tanpa banyak usaha, terdapat risiko besar kita akan kehilangan kebutuhan untuk mengasah keterampilan berpikir kritis ini. Inilah yang menyebabkan generasi kita semakin bodoh, karena adanya rasa malas dari indivndu itu sendiri. Seharusnya dengan banyaknya perkembngan teknologi seperti sekarang ini mereka dapat memanfaatkan hal tersebut, seperti rajin membaca buku online, jurnal, melakukan riset, mengembangkan kerangka pikiran yang sdah didapatkan melalui AI, dan lain sebaginya.
Otak yang seharusnya dioptimalkan untuk berpikir kritis dengan kemampuan sendiri malah terhambat, terutama ketika tingkat jawaban atau pemikirn dari AI kemiripannya itu mencapai 90 persen. Jika hal ini terus-menerus terjadi, maka tentu saja kedepannya nanti AI dapat mengambil ahli perkerjaan manusia, contohnya seperti kasir yang dimana dikebanyakan tempat kasirnya itu bukannya lagi manusia, melainkan robot atau AI.

     Mengapa hal ini dapat terjadi? AI dianggap mampu membantu manusia dalam menyelesaikan sejumlah tugas yang tentunya lebih efisien, cepat, serta mengurangi kesalahan yang tidak diinginkan. Manfaat penerapan sistem ini dalam industri properti adalah mampu mendukung waktu dalam menganalisis pasar dengan lebih efisien. Banyak pihak yang mendukung AI berada  dalam sektor bisnis, bahwa AI dapat meningkatkan kemampuan manusia dan membantu kita memecahkan masalah yang kompleks. Namun, hal yang perlu diingat bahwa AI dapat menyebabkan pengangguran massal dan bahkan menjadi ancaman bagi umat manusia jika kemampuannya melebihi kemampuan manusia. Yang dimana, disetiap sektor pasti sudah tidak membutuhkan manusia, tentu saja ini merupakan ancaman yang sangat besar.

     Oleh karena itu, meskipun kemajuan teknologi terutama AI, menawarkan banyak keuntungan dalam memudahkan kehidupan manusia, kita tetap harus waspada dalam pemanfaatannya. Teknologi harus dimanfaatkan untuk memperkuat kemampuan berpikir kritis, bukan sebagai pengganti. Kita harus menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan pengembangan keterampilan dasar manusia yang penting seperti kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan analitis. Jika tidak kita berisiko mengeluarkan potensi besar yang ada pada setiap individu dan menghadapi tantangan yang lebih berat di masa depan. Oleh karena itu, sebagai generasi yang sedang mengalami perkembangan teknologi ini, kita harus cerdas dan bertanggung jawab dalam menyikapinya, sehingga teknologi bisa menjadi instrumen yang memperkuat, bukan malah menghalangi kemajuan umat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun