kota negara dari Jakarta ke sebuah lokasi baru di provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur ini didasarkan pada sejumlah alasan yang mencakup faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan. Seperti pada kondisi dimana Jakarta telah lama mengalami masalah kepadatan penduduk yang tinggi dan kemacetan lalu lintas yang parah. Kepadatan penduduk yang tinggi tidak hanya memberikan tekanan pada infrastruktur kota, tetapi juga meningkatkan risiko bencana alam dan dampak lingkungan lainnya. Oleh karena itu, pemindahan ibu kota diharapkan dapat meredakan kepadatan penduduk dan kemacetan di Jakarta.Â
Pada tahun 2019, Presiden Indonesia mengumumkan rencana pemindahan ibuPemindahan ibu kota memberikan kesempatan untuk membangun infrastruktur yang lebih yang modern dan efisien di lokasi baru, termasuk jaringan transportasi, sistem drainase, dan utilitas publik lainnya.Dan jika dilihat dari segi pembangunan bisa dikatakan pembangunan ada di Indonesia ini belum merata, dimana terdapat Sebagian besar pembangunan di Indonesia terpusat di Pulau Jawa, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur merupakan langkah strategis untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh negeri, serta memberikan kesempatan bagi daerah luar Jawa untuk berkembang secara ekonomi dan sosial. Langkah ini diambil pemerintah sebagai bentuk upaya untuk mengurangi kepadatan penduduk dan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Namun, langkah ini juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi dampak negatif terhadap lingkungan, terutama terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan di lokasi baru tersebut.
Pembangunan infrastruktur baru dan perkembangan penduduk di lokasi baru ibu kota tentunya memerlukan lahan yang luas. Ini bisa menyebabkan deforestasi besar-besaran untuk memberikan ruang bagi pembangunan kota baru, infrastruktur jalan, perumahan, dan industri. Penebangan hutan untuk keperluan yang akan mengancam habitat satwa liar dan mengurangi keanekaragaman hayati. Selain penebangan hutan, pembangunan infrastruktur seperti jalan, bendungan, dan bangunan-bangunan kota dapat mengakibatkan degradasi ekosistem yang ada. Perubahan penggunaan lahan ini bisa memicu erosi tanah, perubahan pola aliran sungai, dan penurunan kualitas air, yang semuanya berpotensi merusak ekosistem yang sensitif dan berdampak negatif pada kehidupan satwa liar dan masyarakat lokal.
Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan pelepasan karbon ke atmosfer. Tidak hanya itu dampak yang diberikan juga akan mengenai Hutan-hutan di Kalimantan Timur yang merupakan penyerap karbon alam yang signifikan. Jika hutan-hutan ini rusak atau ditebangi, akan menyebabkan peningkatan emisi karbon yang dapat memperburuk perubahan iklim. Kalimantan Timur merupakan rumah bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan endemik yang terancam punah. Deforestasi dapat mengancam kelangsungan hidup spesies-spesies ini dengan merusak habitat alami mereka, mengganggu rantai makanan, dan meningkatkan tekanan dari aktivitas manusia.
Untuk mengantisipasi adanya kerusakan yang semakin banyak berdampak negative terhadap lingkungan dan juga deforestasi dan degradasi hutan, maka pemerintah berupaya untuk menerapkan sebuah program yang diberi nama REDD+, dimana REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) adalah inisiatif global yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang. Program ini juga melibatkan upaya konservasi hutan, pengelolaan berkelanjutan hutan, dan pemberdayaan masyarakat local. Selain itu program ini juga bertujuan untuk mengurangi jumlah karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke atmosfer dari sektor kehutanan. Ini membantu dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim dengan mengurangi kontribusi sektor kehutanan terhadap emisi gas rumah kaca. Program REDD+ juga bertujuan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang, dengan memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat untuk menjaga hutan mereka tetap utuh. Ini dapat dilakukan melalui skema pembayaran atas layanan lingkungan (payment for ecosystem services), di mana negara-negara atau organisasi internasional memberikan kompensasi kepada negara atau komunitas lokal yang berhasil menjaga hutan mereka. Selain mengurangi emisi karbon, Program REDD+ juga dapat membantu dalam menjaga keanekaragaman hayati dengan melindungi habitat alami berbagai spesies tumbuhan dan hewan. Hutan-hutan yang utuh menyediakan lingkungan yang penting bagi keberlangsungan hidup spesies-spesies ini.
Tentunya dalam pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur, penerapan Program REDD+ menjadi sangat penting Program REDD+ dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Melalui implementasi Program REDD+, pemerintah dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, melindungi habitat alami, serta mendukung pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Timur. Ini juga dapat membantu dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan Kalimantan Timur, yang merupakan aset berharga bagi keberlangsungan hidup manusia dan keanekaragaman hayati global.
Pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan menjadi kunci dalam penerapan Program REDD+ dalam pembangunan ibu kota negara. Ini melibatkan praktik-praktik seperti penanaman kembali hutan, rehabilitasi lahan yang terdegradasi, dan penerapan sistem tata kelola hutan yang baik.
Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan ini, program dapat lebih efektif dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.Salah satu keunggulan Program REDD+ adalah memberikan insentif bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lahan. Pembayaran atas layanan lingkungan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membangun infrastruktur sosial dan ekonomi, serta mendukung pembangunan lokal yang berkelanjutan.
Meskipun memiliki potensi besar, penerapan Program REDD+ dalam pembangunan ibu kota negara juga menghadapi tantangan. Salah satunya adalah masalah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta integrasi program REDD+ dengan rencana pembangunan lokal. Solusi untuk mengatasi tantangan ini termasuk memperkuat koordinasi antar lembaga terkait, membangun kapasitas lokal dalam pengelolaan hutan dan lahan, serta mengembangkan kerjasama lintas sektoral dan lintas batas wilayah.Dengan memperhatikan tantangan ini dan menerapkan solusi yang tepat, penerapan Program REDD+ dalam pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur dapat menjadi contoh yang sukses dalam membangun kota baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sumber :