Mohon tunggu...
Regita cahyanisuhandi
Regita cahyanisuhandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki minat tinggi dibidang pengetahuan dan ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Anak yang Tak Dianggap oleh Keluarganya

1 Januari 2024   13:56 Diperbarui: 1 Januari 2024   14:00 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini cerita tentang anak tengah perempuan yang kurang kasih sayang sejak kecil sampai akhrinya ia dewasa dan dan berpikir kalau dirinya memang tak akan pernah merasakan yang namanya kebahagiaan. Banyak yang mengatakan bahwa Keluarga adalah tempat ternyaman untuk pulang, tapi banyak juga yang tak menyadari ada beberapa anak yang merasa keluarga bukan lah rumah ternyaman bagi mereka. Sering kali seorang anak merasa bahwa keberadaan nya tak di inginkan di keluarga nya dengan selalu dibedakan perilaku oleh orang Tua nya atau pun anggota keluarga yang lain kasih sayang yang diberikan orang tua tak lah sama antara anak satu dan yang lain.

Hal seperti ini lah yang kadang memicu perpecahan antara saudara ataupun orang tua, tetapi banyak orang tua yang mau disalahkan dan merasa sudah adil dalam memberikan kasih sayangnya. Anak akan cenderung memiliki mental yang tak stabil sering terlihat murung dan punya rasa enggan untuk pulang ke rumah karna ya itu tadi ketika kembali ke rumah mereka akan merasa aing di tempat tinggal nya sendiri. Tetapi ketika berada di luar seperti saat berasam teman ia akan selalu berusaha untuk seceria mungkin agar sedihnya tak diketahui siapapun.

Seorang anak perempuan yang ketika kita usap kepalanya yang jatuh malah air matanya tentang seorang anak perempuan yang mental nya dihancurkan sejak kecil oleh cinta pertamanya (ayahnya), karena terlalu banyak nya perasaan sedih yang sejak dulu selalu dipendam sendirian. Ia adalah perempuan yang suka mendengar cerita teman-temannya meskipun sebenarnya dia sendiri juga butuh didengar.

Seorang anak perempuan yang Ketika duduk terlihat tenang padahal isi pikirannya sedang perang, kalaupun ia marah dia hanya bisa diem tanpa mengeluarkan kata apapun hanya bisa memendam sendiri karena kecewanya yang sudah terlalu dalam. Dari luar memang ia terlihat bahagia walaupun ketika sendirian ia Cuma bisa menangis.

Dipaksa kuat oleh keadaan dan keluarga membuat sang anak merasa tertekan di setiap harinya tak jarang ia selalu menyalahkan dirinya sendiri karna kehadiran nya yang dirasa tak disukai oleh semua orang. Ternyata Menjadi seorang anak perempuan bukan lah hal yang mudah ada anak perempuan yang dipaksa mandiri sejak kecil tanpa dukungan dari orang tua dipaksa untuk menahan air matanya sendiri padahal hatinya sudah menangis ga karuan.

Ada anak perempuan yang selalu salah dimata orang tua nya selalu dibanding-bandingkan keberadaannya dengan saudara-saudaranya bahkan ada juga anak perempuan  yang dipandang sebelah mata atau bahkan tak dilihat sama sekali oleh anggota keluarga layaknya mereka adalah orang asing hanya karena dia nggak bisa melalukan sesuatu yang biasanya dilalukan perempuan lain.

Sampai akhirnya ketika dia beranjak dewasa seorang anak perempuan yang tumbuh dengan kurangnya perhatian serta kasih sayang orang tua itu hancur oleh pemikirannya sendiri karena dia dari awal tidak punya tempat untuk berbagi beban atau berbagi cerita yang ia rasakan selama ini.

Sampai akhirnya anak perempuan yang beranjak dewasa ini selalu meyakinkan dirinya bahas semua bakal baik-baik saja bahwa dia tidak apa-apa semuanya bakal baik-baik saja padahal kau ah dalam hatinya dia juga merasa takut untuk melangkah kedepan dia juga butuh seseorang yang bisa berbagi kesedihan dengan dia, dia yang juga butuh seseorang untuk dengerin hari-hari dan keluh kesah nya.

Tapi lagi-lagi dia nggak bisa ngungkapin perasaan nya karena sedari kecil ia terbiasa dengan memendam semua rasa sakit yang dirasakannya, dia ga begitu baik-baik saja tapi berusaha untuk jadi baik. Jadi jangan jahat sama mereka ya? Mereka garpunya tempat cerita mereka gapunya siapa-siapa dari kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun