Korupsi sudah mendarah daging di negara kesatuan republik Indonesia ini.  Hal ini diperkuat dengan kegiatan kegiatan kepemerintahan kita yang secara implicit melegitimasi praktek KKN diseluruh jajaran pemerintah bahkan ke ruang lingkup penegakan hukum seperti, kehakiman, kejaksaan dan kepolisian. Dalam KUHP ada banyak pasal pasal yang secara explicit memaparkan secara jelas apa yang disebut penyalahgunaan kekuasaan, baik oleh pegawai negara maupun oleh warga negara biasa, beserta ancaman hukum yang menyertai penyalahgunaan itu. Kalau kita membaca pasal pasal tersebut, akan tergambar di benak kita bahwa hukum yang seharusnya berlaku dinegara kesatuan ini sebenarnya sudah cukup mengatur dan mendefinisikan dengan jelas apa yang disebut penyalahgunaan kekuasaan yang mana definisi ini lebih kurang sama dengan definisi korupsi secara universal, sekalipun ancaman hukuman yang menyertainya tidak menggambarkan hukuman yang setimpal.
Tetapi mengapa korupsi masih dengan suburnya tumbuh dan berkembang di Indonesia? Jawaban yang paling mudah dan sudah merupakan jawaban klise adalah bahwa pegawai pemerintahan kita tidak dibayar cukup (underpaid). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kesejahteraan pegawai menentukan kinerja pegawai yang bersangkutan, tapi apakah ini merupakan jawaban utama. Banyak fakta menunjukkan, walaupun seorang pegawai negara yang telah "kaya" dan bahkan dengan hasil korupsinya yang terdahulu, bisa dikatakan telah mendapatkan bayaran lebih (overpaid), kegiatan korupsinya jalan terus. Hal ini secara langsung membantah jawaban klise tersebut diatas.
Underpaid bukan merupakan alasan utama tapi merupakan kambing hitam yang dijadikan tunggangan pelarian hak milik rakyat banyak. Kalau korupsi dinegara negara lain disebutkan sebagai musuh yang harus diperangi, maka di Indonesia dia disebutkan sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia (Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo dari Universitas Gajah Mada).
Di lain pihak Prof. Dr. Satjipto Rahardjo SH menyimpulkan bahwa korupsi di Indonesia tidak hanya berkembang menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia tetapi telah berkembang sedemikian rupa hingga menjadi suatu kejahatan yang teratur dan berdimensi international, oleh karenanya dia kemudian berkesimpulan bahwa korupsi tidak boleh di perlakukan sebagai sebuah kejahatan biasa. Korupsi di Indonesia adalah kejahatan yang berbudaya atau sebuah kebudayaan yang berkejahatan. Hal ini semakin diperkuat dengan praktek kepemerintahan yang tidak dapat menarik garis pemisah yang jelas antara hak kepemilikan dan masalah pribadi dengan hak kepemilikan masyarakat banyak, terutama bagi pejabat pejabat tinggi. Ini merupakan sebuah kejahatan yang harus diperangi sekalipun dengan memporakporandakan sebuah kebudayaan.
Apakah hal ini bisa tercapai? Pessimists akan dengan segera menjawab bahwa hal itu sangat sulit sekali untuk diwujudkan dan bahkan tidak mungkin. Skeptics akan mengatakan itu saja sama dengan mengganti seluruh perangkat pemerintahan yang ada, sedangkan Optimistists dengan tegas mengatakan bahwa budaya korupsi bisa dibongkar . Tapi bagaimana caranya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H