Mohon tunggu...
Regetta Riyanti
Regetta Riyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang masih perlu banyak belajar dan menambah wawasan untuk menciptakan sebuah perubahan bagi bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Elemen Penting dalam UU TPKS

23 Juni 2022   12:46 Diperbarui: 23 Juni 2022   13:01 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang semula bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) adalah undang-undang yang digunakan sebagai garda terdepan untuk melindungi korban kekerasan seksual. Sejak 2012, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) telah diusulkan oleh Komnas Perempuan. 

Komnas Perempuan terus mendesak RUU PKS segera disahkan sehingga korban kekerasan seksual yang cenderung diabaikan haknya dapat memiliki perlindungan yang jelas oleh hukum. Dibalik menggebu-gebunya banyak pihak yangmendukung untuk disahkannya RUU PKS ini, pembahasan RUU PKS membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyusunnya dan juga banyak penundaan oleh pihak legislatif. 

Penyusunan draf RUU PKS dilakukan sejak tahun 2014 serta disusun melalui berbagai rangkaian diskusi, dialog dan penyeimbangan  dengan berbagai fakta dan teori. Komnas Perempuan mengamati kasus kekerasan seksual yang terdokumentasi dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2001-2010. Hasilnya terdapat 15 jenis kekerasan seksual. 

Hal tersebut menjadi landasan dalam kajian tentang ketersediaan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dapat memberikan perlindungan bagi korban dari setiap jenis kekerasan seksual. 

Hingga akhirnya RUU TPKS telah resmi menjadi UU setelah disahkan oleh DPR pada Selasa, 12 April 2022. UU TPKS yang dinanti-nantikan ini tentunya memiliki serangkaian maksud dari tiap pasal yang patut untuk dipahami dan digarisbawahi oleh warga Indonesia agar kita bersama bersama-sama menjunjung tinggi untuk mengurangi angka kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. 

Apabila kita bertanya-tanya, apa elemen penting dari UU TPKS yang menjunjung tinggi hak korban? Di dalam Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam pasal 4 ayat 1. Pasal tersebut mencakup pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan pemakaian kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik (revenge porn). 

UU ini juga mengatur agar korban memiliki hak penanganan, perlindungan, hingga pemulihan yang diatur pada pasal 67. Di dalam Pasal 24 UU TPKS diatur bahwa pelaku wajib membayar dana restitusi atau dana kerugian pada korban. Dana restitusi yang dimaksud dapat berupa pemulihan kondisi korban atau penggantian kerugian yang dialami korban baik secara fisik maupun mental. Apabila pelaku tidak menyanggupi untuk membayar, akan diganti dengan 1 tahun pidana penjara.  

UU ini juga terdapat Restorative justice, yang memiliki arti bahwa mediasi kekeluargaan tidak bisa digunakan dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual untuk menghindari penyelesaian dengan uang. 

Korporasi yang melakukan kekerasan seksual akan didenda dari Rp 200.000.000,00 hingga Rp 2.000.000.000,00 dan juga terdapat pidana tambahan seperti: pembiayaan restitusi, pembiayaan pelatihan kerja, perampasan keuntungan dari tindak kekerasan seksual, percabutan izin dari penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha, hingga pembubaran korporasi. Ada enam pasal yang mengatur mengenai persidangan kasus kekerasan seksual yaitu pasal 58, 59, 60, 61, 62 dan 63. 

Di dalam Pasal 60 UU TPKS yang berbunyi "Pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan martabatnya, tanpa intimidasi, tidak menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual aksi dan/atau Korban dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai alasan yang meringankan terdakwa." 

Pasal tersebut merupakan sebuah elemen yang penting, karena bukti sah yang didapat dari saksi atau korban dapat dipertimbangkan untuk vonis terdakwa. Kemudian pada ayat 2 disebutkan bahwa, hakim dan penuntut umum dalam melakukan pemeriksaan terhadap Korban menggali dan mempertimbangkan keadaan khusus yang melatarbelakangi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau dampak terhadap Korban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun