Pukul 05.00 Sabtu pagi waktu Inggris, masih terlalu pagi untuk sholat Subuh. Sambil menunggu sholat saya pun membuka situs berita online sekedar ingin tau apa yang terjadi semalam. Berita tidak mengenakkan datang dari Paris, The Islamic State militant group claims responsibility for Paris attacks in which at least 128 die (www.euronews.com) berita ini baru saja bebrapa menit dipublish atau sekitar 7 jam setelah kejadian. Pikiran pun langsung tersambung atas kejadian Chalie Hebdo yang masih segar dalam ingatan dan belum genap setahun itu. “Astagfirullah… cobaan apalagi yang menimpa ummat ini” gumam saya dalam hati.
Rencana untuk bersilaturahim dengan sanak kito di Nottingham yang juga berasal dari Bengkulu ini harus kami pertimbangkan ulang. Belajar dari kejadian-kejaidan pasca tragedi yang memicu Islamophobia sebelumnya, kamipun memutuskan untuk membantalkan keberangkatan, mengingat menuju rumah sanak kito ini harus menggunakan public transport dan setidaknya harus 3 kali transit. Kami sangat mengkhwatirkan kedua anak kami jika seandainya diperjalanan mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan. Istri dan anak-anak pun untuk sementara saya larang keluar rumah. Termasuk mengambil alih kegiatan keluarga diluar rumah, terutama untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
Sambil berjalan menuju supermarket, sayapun melakukan survey kecil-kecilan. Mencoba memandingkan keadaan sekarang dengan keadaan sebelum kejadian keji semalam. Sesuai dugaan, siang itu tidak terlihat banyak Muslimah berhijab berkeliaran disekitar supermarket sebagaimana biasanya. Agaknya sama seperti yang kami pikirkan, mungkin mereka khawatir reaksi atas kejadian semalam yang ramai diberitakan. Itulah sedikit gambaran dilingkungan tempat kami bermukin sementara ini, Birmingham City, kota ke dua terbesar setelah London di Britania Raya.
Jika mau merenung sedikit, dengan tidak mengindahkan suasana duka keluarga korban atas kejadian ini, tentu Ummat Islam lah yang paling dirugikan atas kejadian ini.
Islamophobia yang semakin meningkat di dunia barat akan saya jadikan alasan, mengingat isu ini terjadi ditengah lingkungan kami saat ini. Pasca tragedi 11 September isu terrorisme memang selalu disandingkan dengan Islam. Meski berbagai kalangan berapologi tentang itu. Bahwa; “Islam bukanlah bagian dari terrorisme” atau “Islam bukan terroris” atau ungkapan lain yang serupa. Namun apa daya stigma itu sudah terlanjur disematkan kepada Islam dan Muslim, terutamanya di tengah masyarakat barat . Pasca kejadian itu seolah tidak putus-putusnya isu itu selalu bergulir dan berkembang. Rententan kejadian kekerasan yang mengataskan nama Islam terus saja terjadi di berbagai tempat seperti kejadian beruntun. Belum lagi pihak lain yang sengaja mempropokasi dan sengaja memancing di air keruh sehingga mengakibatkan kesalahfahaman banyak orang tentang Islam.
Agaknya inilah yang membuat Islamophobia terus saja tumbuh di masyarakat barat. Untuk itu acap kali Muslim yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan aksi terrorisme menajadi sasaran kebencian bahkan kadang berujung pada tindakan kekerasan. Terutama muslimah yang identitasnya mudah dikenali. Bahkan sampai tulisan ini dibuat, beberapa kali saya menerima kabar dibeberapa tempat disekitar Inggris Raya beberapa muslimah dilaporkan mengalami tindakan yang tidak mengenakkan, baik di stasiun, halte bus dan area publik lainya, tentu saja sebagai reaksi atas kejadian kemaren malam. Nauzubillah.
Selanjutnya dengan kejadian ini akan menyegarkan kembali isu terrorisme dan ekstrimisme yang selama ini telah bergulir. Ini telah menjadi bahan dan sekaligus bumbu bagi negara barat dalam mencetuskan api peperangan di beberapa negeri-negeri muslim Seperti Afghanistan, Iraq, Suriah dan beberapa negeri lainnya dewasa ini. Yang tentunya korban dari perperangan ini jauh lebih besar baik secara moril maupun materil daripada aksi yang mereka sebut dengan terrorisme itu sendiri. Isu Terrorisme dan Ekstrimisme juga telah menjadi legalitas dalam beberapa peperangan di negeri-negeri yang mereka hakimi sebagai sarang terrorisme. Atau dikejadian lain dijadikan dalil untuk penghilangan nyawa terhadap seseorang yang baru disangka sebagai terroris tanpa harus mengalami proses peradilan. Semua Kesewenangan itu atas dasar “tindakan menumpas terrorisme”
Mari pula kita menoleh ke masalah yang masih hangat yakni persoalan yang menimpa para pengungsi Timur Tengah dan Afrika Utara yang berduyun bertaruh nyawa menyelamatkan diri ke Eropa. Dimana mereka lebih memilih negara-negara Eropa ketimbang negara-negara Arab nan kaya raya. Sedikit banyak dengan kejadian ini tentu berpengaruh terhadap mereka yang sebelumnya keberadaan mereka juga diterima setengah hati ini.
Begitupun jika kita lihat IS/ISIS yang dalam hal ini tertuduh sebagaimana dalam kejadian ini. Beberapa jam setelah kejadian, sekonyong-konyong beberapa media memuat pemberitaan bahwa ISIS mengklaim bertanggung jawab dari serangan tersebut. Selain itu juga diberitakan bahwa diantara pelaku ditemukan dalam keadaan mengantongi Passport Suriah, alangkah bango-nya si terroris ini di tengah-tengah aksi yang krusial itu membawa identitas seperti yang diberitakan.
Jika disimak sedikit apa yang tengah terjadi di wilayah yang sedang dikuasai ISIS saat ini. Agaknya tindakan offensive dan provocative di luar wilayah kekuasaan ISIS sendiri sepertinya tindakan ceroboh dan dan tindakan bunuh diri bagi ISIS sendiri. Yang saat ini terjadi justru ISIS sedang mengalami tekanan yang sangat luar biasa. Baik itu penolakan dari faksi jihad lainnya di wilayah Suriah dan Iraq yang menolak keberadaan mereka. Terdapat juga perlawanan dari suku Kurdi disebelah utarannya yang beberapa hari lalu juga diberitakan berhasil mengambil alih kembali desa yang telah dikuasi ISIS sebelumnya. Belum lagi serangan besar-besaran yang dilakukan oleh Rusia dan sekutunya Iran serta tentara Assad. Tak tertinggal juga Amerika Serikat beserta agen-agennya yang diberitakan terlebih dahulu telah bermain. ---Terlepas juga ada yang menganalisa bahwa Amerika lah yang sedang bermain dibelakangnya---. Agaknya akan naif jika ISIS sengaja memancing perhatian internasional dengan aksi terror ini. Apakah ISIS sengaja bertindah sebodoh ini?
Tentu sudah banyak pernyataan yang menyayangkan reaksi “berlebihan” atas kejadiannya ini. Serta tak sedikit pula yang membandingkannya dengan kejadian di negeri Muslim di pihak lainnya. Seperti yang sedang terjadi di Suriah, Lebanon, Iraq, Palestina, Afrika Tengah, Kenya atau Rohingnya. Dimana banyak mereka merasa diberlakukan tidak adil karena sambutqn opini dunia internasional tidak seheboh terhadap apa yang terjadi di Paris saat ini. Nyawa melayang yang hitungan ratusan menenggelamkan duka atas nyawa yang hilang ratus ribuan.