Mohon tunggu...
Rendra Regen Rais
Rendra Regen Rais Mohon Tunggu... lainnya -

Katanya: "Biographical Info tidak boleh kosong"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yang Dikhawatirkan Jika Prabowo-Hatta Menang

16 Juli 2014   15:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:10 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelumnya saya berfikir pasca pemilu 9 Juli kemarin hiruk pikuk seputar pilpres akan segera berakhir. Kenyataanya tidak, justru perdebatan dan swasana terlihat semakin hot. Ini bukti bahwa perang informasi semakin sengit di perpolitikan Indonesia saat ini. Semakin banyak manusia mampu menerima  informasi, semakin besar peluang perdebatan karena perbedaan dalam menganalisa dan membuat kesimpulan. Semua punya kesimpulan di benaknya, berdasarkan ma'lumat stabiqat masing-masing. Atau lebih tepat tergantung persepsi terhadap calonnya masing-masing.

Jika pasangan Probowo-Hatta kalah, saya pikir suasananya dengan mudah dikendalikan. Yang saya khawatirkan justru sebaliknya, pasangan Jokowi-JK yang kalah. Mengapa? setidaknya ada beberapa alasan.

Alasan pertama; Euphoria kemenangan yang terlanjur dihembuskan. Sebenarnya keduabelah pihak telah mendeklarasikan kemenangan berdasarkan Quick Count versi masing-masing. Namun jika boleh saya membuat penilaian, dalam hal ini Pro Prabowo kalah cepat dan kalah gencar dibandingkan yang dilakukan oleh Pro Jokowi. Lihat saja, beberapa media mainstream yang beraviliasi terhadap Pro Jokowi-JK seperti; kompas.com, tribunnews.com, merdeka.com; detik.com; tempo.co; dan lain sebagainya. Bandingkan dengan beberapa media yang beraviliasi ke Pro-Prabowo-Hatta, seperti; inilah.com; viva.co.id; atau okezone.com. Terlihat Pro Prabowo-Hatta kalah telak dalam membangun image kemenangan. Justru Euphoria yang terlanjur dihembuskan ini mampu memicu konflik jika tidak dikendalikan.

Alasan kedua; Latar belakang basis massa. Sebenarnya ini agak sensitive untuk dibahas. Namun agaknya perlu saya paparkan hasil survey yang pernah saya jumpai dari media dan lembaga yang sebenarnya juga beraviliasi terhadap kubu Jokowi-JK beberapa saat sebelum hari pemilihan. Ianya menunjukkan pemilih Jokowi-JK didominasi oleh latarpendidikan yang lebih rendah (maaf, bukan bermaksud mendiskreditkan, tetapi berdasarkan sumber). Selain itu juga  Wong Cilik memang sudah menjadi jargon partai pengusung sejak lama. Dengan latarbelakang basis masa seperti ini cendrung mudah terpropokasi. Walaupun tidak semua orang yang berpendidikan lebih rendah, rendah pula dalam menganalisa informasi, bahkan bisa jadi sebaliknya.

Alasan ketiga; Karena latar belakang sejarah. Jika melihat kubu Prabowo-Hatta yang cendrung dilatarbelakangi oleh basis massa Islam agaknya perlu kita melihat sejarah perpolitikan Indonesia di massa lampau. "Islam Politik" di Indonesia sudah terbiasa dibungkam (baca: dizalimi) tanpa perlawanan berarti. Mulai zaman kolonialisme sampai era kemerdekaan.  Masih ingat bagaimana kekuatan Masyumi di bungkam pada zaman Soekarno? atau kasus PRRI di Sumatera? atau kasus penumpasan DI/TII?  itupun tidak berhenti sampai disitu karena penumpasan "Islam Politik" masih berlanjut pada zaman Soeharto. Kesemuanya itu  dikaburkan melalui matapelajaran Sejarah di sekolah-sekolah bahkan itu berlangsung hingga saat ini. Bandingkan dengan sejarah kelam dua kali pemberontakan komunisme, atau fakta dibalik kerusuhan 27 Juli 1996 dan pergolakan reformasi 1998.

Alasan keempat; Sikap beberapa orang tokoh berpengaruh yang kontropersi dan propokatif. Pada awalnya tokoh Katolik Romo Franz Magnis Suseno dalam diskusi yang digelar di kantor Maarif Institute, Jakarta (04/03) menyampaikan: “Kalau Jokowi tidak maju, maka bisa jadi ada kekerasan” seperti yang pernah dikutip oleh Tribunnews.com. Berlanjut "dibocorkannya" surat "tertutup" Romo Franz Magnis Suseno yang juga sempat membuat heboh itu.  Atau yang terbaru adalah pernyataan propokatif Burhanudin Muhtadi dalam membela hasil Quick Count lembaganya.  Sebaliknya  pernyataan Prabowo sendiri ketika diwawancarai oleh presenter BBC, yang sebenarnya juga bisa memperparah swasana, karena sepertinya Prabowo berhasil dipropokasi. Secara tidak langsung "genderang perang" telah dibunyikan, sekarang tinggal kedewasaan sikap keduabelah pihak.

Alasan kelima;Pengrauh Asing. Indonesia adalah negara yang besar baik dari luasan, jumlah penduduk maupun dari sisi pengaruh regional. Tidak dipungkiri juga, ada begitu banyak kepentingan asing di bumi nusantara. Mulai kepentingan ekonomi, sampai kepada kepentingan politik. Sementara itu, didepan mata sudah begitu dibuka secara terang menderang, siapa yang mendukung siapa yang dimusuhi. Pihak Jokowi dianggab mendapat dukungan lebih, baik itu dari korporasi maupun negara. Sementara itu Prabowo justru memiliki "masalah" dengan beberapa negara berpengaruh seperti Amerika Serikan dan Australia karena dikaitkan dengan permasalahan HAM. Selain itu terdapat juga sentimen agama dan etnis yang secara tidak langsung menjadi pertimbangan pihak asing.

Akhirnya saya hanya berharap ini hanyalah sebuah kekhawatiran kosong belaka. Yang kita inginkan adalah berubahan secara totalitas dan mendasar, yang paling pokok adalah kesejahteraan.  Sejahtera sebagai makhluk dunia dan sejahtera pula sebagai makluk akhirat. Jangan lupa, siapa yang menciptakan kita, siapa pula yang berhak membuat aturan.

"Saat ini mungkin kita masih meributkan siapa yang mengnakhodai kapal tua ini untuk melaju lebih kencang. Sampai suatu saat kita semua berfkir, kita membutuhkan kapal yang lebih canggih "


Tulisan sambil meng-install ArcGis 10.1 menjalang imsak. Birmingham, 7/Juli-2014 | 2:50 GMT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun