Setelah panggilan misterius yang mengancam malam sebelumnya, Ree tidak bisa tidur dengan tenang. Di benaknya, terbayang kasus ini yang semakin rumit, dan bayangan tentang Noi yang tampak rapuh namun tegar. Ia tahu betul, perasaan seperti ini bisa menjadi jebakan, tapi rasa ingin tahunya terlalu besar untuk diabaikan.
Keesokan harinya, Ree menghubungi Noi untuk melanjutkan penyelidikan. Mereka sepakat bertemu di sebuah kafe kecil di pusat kota, tempat terakhir di mana pacar Noi, Erik, terlihat oleh saksi.
Adegan 1: Kafe dan Kenangan
Saat Ree tiba, Noi sudah duduk menunggunya dengan segelas kopi di tangannya. Tatapannya menerawang, dan di saat itu, Ree merasa melihat sisi Noi yang lebih rentan. Ia mendekati meja dan duduk di hadapannya.
Ree: "Ada yang bisa Anda ceritakan tentang Erik? Hal-hal kecil yang mungkin Anda pikir sepele tapi sebenarnya penting."
Noi menunduk, mengaduk kopinya dengan sendok kecil. Sejenak, ia tampak ragu, tapi akhirnya ia mulai bercerita dengan suara yang nyaris berbisik.
Noi: "Erik... dia bukan orang yang mudah ditebak. Kadang, dia bisa hangat dan peduli, tapi di lain waktu, dia seperti orang asing. Saya tahu ada sesuatu dalam hidupnya yang ia sembunyikan, tapi setiap kali saya tanya, dia selalu menghindar."
Ree mendengarkan dengan seksama, mengamati ekspresi Noi. Ada kepedihan yang terpendam dalam kata-katanya, mungkin karena cinta yang ia berikan pada Erik tak sepenuhnya terbalas.
Ree: "Apakah dia pernah menyebut nama orang lain atau tempat tertentu?"
Noi menggeleng pelan. "Tidak, tapi beberapa hari sebelum dia hilang, dia sering menerima telepon dari nomor yang sama. Setiap kali saya bertanya, dia selalu bilang itu urusan pekerjaan."