Senja mulai beranjak menuju malam ketika aku duduk bersama dua temanku di sebuah kafe kecil di sudut kota. Malam itu terasa biasa saja, mengobrol ringan ditemani kopi hangat dan angin yang perlahan membawa suasana nyaman. Namun, ada satu hal yang membuat malam ini sedikit istimewa. Aku akan bertemu dengan seseorang, seorang wanita yang sudah cukup lama menjadi teman obrolanku di dunia maya.
Kami satu kota, tetapi belum pernah bertatap muka. Lewat pesan singkat di media sosial, kami saling berbagi cerita tentang aktivitas sehari-hari, tentang sudut-sudut kota, dan kadang tentang harapan kecil yang mengisi hari. Tak pernah kuduga akhirnya kami memutuskan untuk bertemu langsung.
Ketika aku melihat sosoknya memasuki kafe, entah kenapa hatiku tiba-tiba berdegup sedikit lebih kencang. Ia mengenakan baju sederhana yang sangat cocok dengannya, membuatnya tampak cantik dan memikat dalam kesederhanaannya. Aku hampir tak percaya, ini pertama kalinya aku melihatnya secara langsung, dan dia benar-benar lebih menawan dari apa yang terlihat di layar.
"Hei, kamu sudah lama menunggu?" sapaannya lembut, diiringi senyum yang langsung membuatku kehilangan kata.
"Oh, nggak kok, baru saja datang," jawabku sambil mengangguk kikuk.
Dia duduk di hadapanku, sementara dua temanku duduk di sisi lain meja. Kami berempat mulai berbincang tentang hal-hal ringan, aktivitas di kota, kesibukan masing-masing, dan segala yang membuat malam terasa begitu santai. Aku merasa sedikit gugup, tetapi mencoba menyembunyikannya dengan berbicara apa saja yang terlintas di kepala.
Sesekali, pandanganku mencuri melihatnya, melihat bagaimana ia tersenyum, cara matanya berbinar ketika mendengar cerita-cerita temanku. Ada sesuatu tentang dia yang membuat suasana kafe seolah tenggelam, hanya menyisakan kami berdua dalam percakapan tanpa suara. Aku tidak terlalu ingat semua hal yang kami bicarakan, tetapi yang kuingat adalah momen ketika ia tiba-tiba mengulurkan tangan ke arah gelasku.
"Boleh aku coba minumanmu?" tanyanya tiba-tiba sambil memiringkan kepala.
Aku sedikit tersentak, tapi akhirnya mengangguk, "Oh... tentu, silakan."
Dengan santai, ia menarik gelasku ke arahnya dan menyesap melalui sedotan yang sebelumnya kupakai. Momen itu terasa begitu sederhana, namun membuat dadaku berdebar. Seolah ada kedekatan yang muncul tiba-tiba, tanpa perlu banyak kata. Aku hanya terdiam, terpaku dengan perasaan yang sulit digambarkan.
"Enak juga, ya," ujarnya sambil mengembalikan gelas itu.
Aku tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan rasa gugupku. Dia menatapku, lalu tiba-tiba mengambil ponsel yang ada di tanganku.
"Boleh, kan?" katanya sambil mulai mengetik di layar.
Aku hanya mengangguk bingung. Dia terlihat sibuk mengetik di ponselku selama beberapa detik, lalu menaruhnya kembali di meja. "Itu, aku sudah isi nomor teleponku di situ. Kalau mau ngobrol atau ketemuan lagi, hubungi saja, ya."
Aku menatap layar ponsel yang menampilkan namanya dan nomor teleponnya, dengan perasaan campur aduk yang tak bisa kugambarkan. Ia tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih lembut, seolah memberi isyarat tanpa kata.
Tak lama setelah itu, ia pamit pulang lebih dulu. Kami bertiga mengantarnya sampai ke pintu kafe, dan dia melambaikan tangan sebelum berbalik pergi. Menyisakan aku dengan perasaan yang berbeda, perasaan yang tiba-tiba muncul di balik kesederhanaan pertemuan pertama.
Temanku menepuk pundakku sambil tersenyum iseng, "Kayaknya dia ngasih kode, tuh."
Aku hanya tersenyum canggung, tak menjawab, karena dalam hatiku tahu bahwa mungkin dia benar. Pertemuan pertama itu bukan hanya sekadar perkenalan, tetapi awal dari perasaan yang tak pernah kubayangkan. Dalam hatiku ada harapan kecil, bahwa pertemuan di balik senja ini akan membawa kami pada kisah yang lebih dari sekadar teman dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H