Raka duduk di bangku taman bersama Lila, tetapi pikirannya mulai berkecamuk. Kehangatan yang ia rasakan di dekat Lila perlahan-lahan digantikan oleh rasa takut yang selama ini ia sembunyikan. Ada bagian dari dirinya yang ingin melangkah maju, namun bayangan masa lalunya selalu menghantui, mengingatkan bahwa tidak semua hubungan berakhir bahagia.
Wajah Aisyah---wanita yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya---melintas di benaknya. Dulu, ia begitu yakin akan cinta mereka, tapi semua berakhir dengan pengkhianatan. Raka ingat betul perasaan hancur yang ia rasakan saat mengetahui bahwa Aisyah memilih orang lain. Sejak saat itu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak terburu-buru terlibat dalam hubungan apa pun. Luka itu masih belum sepenuhnya sembuh, dan sekarang, di hadapan Lila, perasaan takut itu kembali muncul.
"Kamu baik-baik saja?" Lila bertanya, menyadari keheningan Raka yang tiba-tiba.
Raka tersentak, mencoba menyembunyikan kekacauan emosinya. "Ya, aku baik," katanya sambil tersenyum tipis, meskipun di dalam hatinya ia merasa sebaliknya.
Lila menatapnya dengan penuh perhatian, seolah-olah dia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran Raka. "Kamu tidak harus berpura-pura di depanku, Raka. Jika ada yang mengganggumu, kamu bisa bercerita."
Raka terdiam sesaat. Dia ingin membuka diri, ingin menceritakan tentang rasa takutnya, tapi di sisi lain, ada dorongan kuat untuk menjaga jarak. Luka dari masa lalunya terlalu dalam untuk diungkapkan dengan mudah. Tapi hasrat untuk dekat dengan Lila begitu kuat, jauh lebih kuat daripada rasa takut yang berusaha menahannya.
"Aku hanya... aku punya masa lalu yang rumit," Raka akhirnya berkata dengan pelan, sambil menatap ke arah langit malam. "Aku pernah terluka, dan aku tidak tahu apakah aku siap untuk memulai sesuatu yang baru."
Lila mendengarkan dengan sabar, tanpa memotong ucapannya. "Aku mengerti. Kita semua punya masa lalu yang mungkin sulit dilupakan. Tapi, kadang-kadang kita perlu memberi diri kita kesempatan untuk bergerak maju, meskipun itu menakutkan."
Raka menatap Lila, merasa tersentuh oleh kata-katanya. Ada kebenaran di sana---mungkin inilah waktunya untuk membuka lembaran baru, meskipun hatinya masih dipenuhi ketidakpastian.
"Aku ingin percaya bahwa aku bisa," ujar Raka pelan. "Tapi aku masih ragu. Bagaimana kalau semuanya berakhir buruk lagi?"