Mohon tunggu...
Refo Torai
Refo Torai Mohon Tunggu... -

@sedang belajar menulis@

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bisikan Gerimis Jiwa (Lanjutan Syair Dialogis Bersama Uleng Tepu)

7 November 2010   03:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

senja itu, buntu pikiran ini

lalu, sayup-sayup terdengar telingaku

sesosok gadis ayu rangkat melantunkan nada syair

“lalu langit menangis di sebuah senja

saat tapak kita mengukir jejak semu

dan tungku langit pun padam tiba-tiba

kutemukan diriku tlah terpenjara dalam

rapi geligimu

lembut hatimu

pun angkuhmu

dan langit pun muram seketika

saat jubah malam telah memeluk bumi

rembulan pun telah sembunyi di balik kerai

kutemukan kau tenggelam dalam

rumpukan buku

rangkaian kata

juga dalam rapuhku”

dan

syair gadis ayu itu menyentakku

aku seolah disadarkan

puisi bisa memanggil balik kata-kata yang sejenak terlupakan

merangkai syair menarik kembali ingatan yang sempat tidur

ia bagaikan penyelam mutiara yang turun ke kaki laut

lalu membawa balik kata-kata yang sempat hilang tenggelam”

insaf soal itu,

lantas kugoreskan syair ini

“nikmati buku cinta itu

lahap bersama sentuhan rasa

huruf demi huruf

kata demi kata

baris demi baris

kalimat demi kalimat

paragraf demi paragraf

halaman demi halaman

tuntas dan tuntas

kau pun menjadi buku cinta

menebarkan aroma kasih

melingkupi-mencerahkan alam-dunia

inspirasi bagi insan manusia”

ahhh…

gadis ayu itu lebih asyik dengan larik hujannya

dia seolah-olah tak peduli dengan ocehanku

kuterpaksa kembali memasang telingaku

meresapi dan mengais syair hujannya

dan kudengar kembali lambaian baitnya

“lalu hujan gugur satu satu

tapi ia tdak mati

sungguh, aku telah jatuh cinta pada tetesnya

sejak mula ia menyisakan gigil

dan siang ini

kembali aku bercumbu dengan rinainya

merona wajah ini

saat hujan berbisik rindu”

hehehe..

sejenak kemudian

kuberanikan diri menyapanya

“hujan

ia mendinginkan hati yang panas

ia memberikan sentuhan tetes sejuk

ia menenangkan hati yang resah

ia mengguyur cumbuan rujuk

ia melembutkan jiwa yang keras

jadi

nikmati dan rasakan bisikan merdu sang hujan”

ia menatapku sejenak

dan menjawabnya

“hujan telah berlari kemarin

tergesa-gesa

katanya ada hati lain yang merindunya

menanti sejuknya

dititipkannya gigil sebagai penanda

juga sebagai jejak

bahwa ia akan segera kembali

berbisik dan meronakan wajah

kutanyakan siapa gerangan lelaki itu

sambil berlalu dia bergumam:

“saat ini dia adalah milik hati kakaku”

aku pun termenung…

lelaki itu tak lain diriku

dalam renung dan diamku

kudaraskan isi baris kata ini

“aku akan kembali menari bersamamu dalam hujan

menaut erat tanganmu pada jari-telapak tanganku

menuntunmu menari bersama menikmati tetesan air

yang membuai kita menemukan keasyikan cinta”

***

setelah sekian lama…

setelah aku menjadi manusia bebas tanpa ikatan lagi

kukembali ingin bersua dengan hati yang kala itu menawanku

dan sore ini

kumelihatnya sedang menari bersama gerimis hujan

entah mengapa

kubalik merayunya dengan rangkai huruf tulus

“kumelangkah kembali

menyusuri jejak jalan kelanaku

mencari hati yang sempat kurasa

rasa guratannya membekas-dalam

membawaku balik ke hatinya

terrenyuh rasa ini

bila dia menungguku dalam rindu

menyisipkanku di bilik hatinya

tempat teduh bagai nirwana

akan kutaruh hatiku

menempati bilik rindunya

hatiku-hatinya

dua hati melekat-rapat satu

satu hati menjadi milik berdua

kami menuju awang

merasakan hawa surga

menikmati sepoi mesra

sahut menyahut syahdu

sihir rindu rasa menumpuk

dunia ini milik tunggal berdua”

kumemandangnya, menunggu jawaban

tapi dia hanya diam sambil mengulum senyum

ahhh…matanya menjawab“ya”

tapi aku butuh jawaban kata

dan

aku masih menunggu kata itu

_^_

Note: artikel ini (entah apa namanya..heheh) merupakan kompilasi fragmen komentar dalam bentuk puisi antaraRefo Torai dan Uleng Tepu di rangkaian kisah tulisan mengenai dan yang terjadi di Desa Rangkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun