“Bias.Tatapanku bukan tanpa makna. Tapi lebih pada yang namanya harap. Menari berputar gejolak riang melingkari. Hari ini, sebuah mimpi terlihat nyata. Pendosa pun tahu itu namanya cinta. Terlebih kamu dan aku saat melihatnya. Sederhana yang merekah. Senyum sunggih sumeringah. Melodi bersyair dalam rintik gerimis hujan.”
“Tatapan maknamu berisi sorot hati wajah jati diri. Ronanya tajam-teduh. Bulu kudukku berdiri merinding terpukau. Batinku jadi tak tentu. Syair senyum semringahmu menarik biarkan hati iklasku masuk. Inginku meraih dan meringkuk padanya. Mengintip pesan samar bias indahnya. Bertahta kekal tak lekang waktu di sana.”
“Waktu hanyalah sebuah masa. Masa beradunya pola dan langkah. Tergerak membentang hapuskan bimbang dalam jarak. Mengapa harus terpungkiri dengan adanya rasa dalam suka duka beserta pengisinya. Sedang penyerahan segala hanya padaNYA.”
“BersamaNYA kita terus mencari. Mengais emas permata yang bersemayam dalam rasa. Menyusuri rekahan-rekahan binar jiwa. Mematangkan pesona aku kita menuju iktiar aku yang pantas dinikmati bersamaku, bersamamu, bersamaNYA.”
*coretan Refo Torai dan D-wee
*gambar dari google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H